Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Warga Baduy Ditolak Rumah Sakit, DPR Desak Layanan Medis Tanpa Diskriminasi!

Laporan: Zaki
Jumat, 07 November 2025 | 17:48 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi - Humas DPR -
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi - Humas DPR -

RMBANTEN.COM - Jakarta, Legislator — Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menegaskan setiap warga negara berhak atas akses pelayanan medis, menyusul insiden seorang warga Baduy Dalam, Repan, yang ditolak rumah sakit karena tidak memiliki KTP.
 

Korban Begal Terpaksa Jalan Kaki
 

Repan menjadi korban pencurian dengan kekerasan di Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada Minggu (2/11/2025) pagi. 
 

Ia mengalami luka di tangan kiri dan kehilangan uang Rp3 juta serta 10 botol madu dagangannya. Repan terpaksa berjalan kaki ke kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat, untuk mendapat pertolongan karena rumah sakit menolak tanpa dokumen kependudukan.
 

Hak Dasar Tidak Boleh Tertutup oleh Administrasi
 

“Kasus yang dialami saudara kita dari komunitas Baduy Dalam merupakan preseden yang sangat mengkhawatirkan. Rumah sakit tidak boleh menolak pasien hanya karena persoalan administrasi,” tegas Nurhadi kepada Parlementaria, Jumat (7/11/2025). 
 

Ia menambahkan, pola kehidupan masyarakat adat yang berbeda, termasuk kepemilikan dokumen formal, kerap menjadi penghambat saat menghadapi situasi darurat.
 

Dorongan untuk Sinergi dan Regulasi Inklusif
 

Nurhadi menekankan perlunya koordinasi antar Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial untuk memastikan protokol yang jelas. 
 

“Rumah sakit wajib memberikan pertolongan pertama, administrasi dapat dilengkapi kemudian,” ujarnya.
 

Untuk jangka panjang, Komisi IX DPR akan mendorong regulasi yang menjamin akses layanan kesehatan tanpa terkecuali bagi masyarakat yang belum memiliki dokumen formal. Program percepatan penerbitan KTP atau dokumen alternatif bagi komunitas adat juga menjadi fokus.
 

Momentum Evaluasi Layanan Kesehatan
 

Nurhadi menekankan, kasus ini harus menjadi momentum untuk mengevaluasi sistem layanan kesehatan di Indonesia agar lebih inklusif dan menghormati hak asasi manusia. 
 

“Tidak boleh ada warga negara yang ‘terlupakan’ oleh sistem hanya karena persoalan administratif,” pungkasnya.rajamedia

Komentar: