Maruarar dan Terobosan Rumah Wartawan

RMBANTEN.COM - SAYA baru paham. Maruarar Sirait ternyata tidak berubah. Dulu di DPR ia sering dianggap "pembela wong cilik". Sekarang jadi Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), rupanya tetap sama: membela orang-orang yang sering tidak kelihatan dalam kebijakan negara.
Maruarar tidak cuma bicara soal rumah subsidi seperti menteri-menteri sebelumnya. Ara — begitu biasa dipanggil — berani mendobrak zona nyaman birokrasi. Termasuk yang saya dengar membuat orang kaget: ia mendorong perumahan khusus untuk wartawan.
Dan bukan sekadar janji. Seribu unit rumah untuk wartawan sudah dieksekusi, bahkan mulai diserah-terimakan di Cibitung, Bekasi.
Tidak hanya di Jawa Barat, program ini akan meluas ke Bogor, Banten, Medan, Makassar, hingga seluruh Indonesia. Bahkan Ara menegaskan kuota bisa naik hingga 3.000 unit, sesuai kebutuhan.
_1752612094.jpg)
Wartawan Juga Manusia
Saya tersenyum saat mendengarnya. Jarang ada menteri berpikir sampai ke situ. Di negeri ini wartawan sering hanya jadi penonton. Mengabarkan pejabat membangun rumah mewah, mengutip pejabat bicara soal rakyat miskin, tapi mereka sendiri kontrak rumah kecil, jauh dari layak.
Ara membalikkan logika itu. Katanya: wartawan juga bagian dari bangsa yang layak dibantu negara. Mereka bukan konglomerat, bukan pemilik lahan, bahkan banyak yang masih freelance tanpa penghasilan tetap. Mereka punya peran strategis menjaga demokrasi, tapi sering tidak diperhatikan.
Di bawah Ara, pemerintah menghadirkan program rumah murah tanpa BPHTB, tanpa biaya PBG, bahkan wartawan diminta ikut mengawasi kualitas pembangunan, agar rumah yang mereka tempati betul-betul layak huni.
Tidak Hanya Rumah, Tapi Kawasan
Ara tidak hanya bicara rumah murah. Ia bicara kawasan. Bicara konektivitas. Ara tidak ingin orang miskin hanya dipindahkan ke pinggir kampung lalu ditinggalkan. Ia bicara rumah dengan akses transportasi massal, taman bermain, fasilitas umum, bahkan akses KRL Ekspres.
Ara menargetkan perizinan PBG untuk rakyat selesai dalam satu hari, tidak lagi 45 hari. Bahkan, di Kota Tangerang, waktu pengurusan PBG kini hanya 59 menit. Ini langkah nyata memangkas birokrasi yang selama ini membelenggu.
Tidak berhenti di situ, Ara juga menyusun Peta Jalan Program 3 Juta Rumah dan memaparkannya langsung ke DPR RI. Ia ingin pembangunan rumah rakyat terukur, berkelanjutan, dan berkualitas.
Ara Tak Sungkan Minta Maaf
Yang lebih menarik lagi, Ara tak sungkan untuk minta maaf kepada publik. Ia menyadari, masih ada kebijakan yang tidak sesuai harapan masyarakat. Salah satunya, rumah subsidi 14 meter persegi yang sempat dicanangkan sebelumnya.
Ara tegas: jika rumah subsidi tipe 14 tidak mendapat respons positif dari masyarakat, program itu akan dibatalkan. Negara tidak boleh memaksakan rumah yang tidak manusiawi.
“Kami dengarkan masyarakat. Rumah subsidi harus layak huni,” katanya. Ini bukti bahwa Ara tidak gengsi untuk koreksi diri.
Terobosan-terobosan Lain Ara
Tidak hanya wartawan. Ini beberapa terobosan terbaru Ara:
- 20.000 unit rumah khusus nelayan — masyarakat pesisir yang selama ini hidup tanpa kepastian rumah, kini dapat skema perumahan layak.
- Menggunakan lahan sitaan koruptor untuk perumahan rakyat — rumah subsidi tidak hanya dibangun di tanah-tanah pengembang, tapi juga lahan sitaan negara.
- Anggaran kecil, hasil besar — meski anggaran PKP dipotong hingga 69%, Ara tetap optimistis. Ia memaksimalkan skema pembiayaan kreatif FLPP, menggaet swasta, bahkan negara sahabat seperti Qatar dan Uni Emirat Arab untuk mendukung program perumahan 3 juta unit per tahun.
- Audit ketat kualitas rumah subsidi — Ara mengundang KPK dan BPK untuk mengaudit proyek perumahan, bahkan menyatakan “kalau saya korupsi, penjarakan saya”. Ia ingin menyingkirkan pengembang nakal, memastikan yang berhak mendapatkan rumah benar-benar mendapat hunian berkualitas.
- Percepatan hunian untuk guru, nakes, buruh, dan petani — Ara mempercepat program kawasan perumahan yang layak dan murah untuk kelompok pekerja strategis yang selama ini terpinggirkan.
Kalimat Ara sederhana:
“Rumah murah bukan berarti rumah menyiksa.”
Kutipan Bung Karno
Saya jadi teringat kutipan Bung Karno, yang sering dikutip Ara dalam forum-forum:
“Berikan aku 10 pemuda, akan kuguncang dunia.”
Ara menambahkan dengan caranya sendiri:
“Dan beri mereka rumah layak, agar hidup mereka tidak hanya untuk bertahan, tapi untuk berkarya.”
Saya tersenyum lagi.
Penutup
Maruarar Sirait memang beda. Ia tidak sibuk mempercantik angka statistik. Ia bicara realitas. Rumah tidak boleh jadi impian, harus jadi kenyataan. Tidak hanya untuk konglomerat, tapi untuk buruh, nelayan, wartawan, guru, dan rakyat kecil.
Ia tidak banyak bicara, tapi hasilnya terasa. Bukan hanya wartawan yang tersenyum. Nelayan, guru, petani, hingga buruh mulai punya harapan.
Ara bekerja dengan gaya sendiri: berani meminta maaf, berani memperbaiki, dan berani bertindak nyata.
Kaamanan 4 hari yang lalu

Pendidikan | 4 hari yang lalu
Hukum | 4 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu
Pendidikan | 6 hari yang lalu
Warta Banten | 4 hari yang lalu
Info haji | 5 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Hukum | 4 hari yang lalu
Hukum | 2 hari yang lalu