Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Naturalisasi Caketum PPP

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Minggu, 01 Juni 2025 | 06:12 WIB
Ilustrasi Parpol dan Kursi Caketum PPP, pasca tidak lolos Parlemen - Repro
Ilustrasi Parpol dan Kursi Caketum PPP, pasca tidak lolos Parlemen - Repro

RMBANTEN.COM - SAYA tidak sedang membahas sepak bola. Tapi yang terjadi di PPP sekarang ini mirip bursa transfer pemain: siapa yang mau diimpor jadi kapten?
 

Bahkan KTA belum punya. Apalagi ikut PAC atau Muscab. Tapi sudah disebut-sebut akan jadi ketua umum partai.
 

Namanya Anies Baswedan. Nama lainnya: Amran Sulaiman. Disusul kemudian Sandiaga Uno, Gus Ipul, dan — yang agak mengejutkan — Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman.
 

Apakah PPP sedang kekurangan stok kader? Atau justru sedang mencoba menyelamatkan kapal dengan nahkoda baru dari luar?
 

Saya tidak tahu. Tapi saya paham rasa panik.
 

PPP tidak lolos parlemen tahun ini. Suara turun terus. Mesin partai sudah lama berkarat. Kiai-kiai senior sudah capek berpolitik. Anak muda PPP banyak yang pindah rumah.
 

Maka satu-satunya cara cepat adalah: ambil tokoh dari luar.
 

Sama seperti klub bola yang kesulitan di klasemen. Impor pemain bintang. Gaji tinggi tak apa. Asal bisa cetak gol.
 

Tapi ini bukan sepak bola. Ini partai. Ada sejarah. Ada kultur. Ada wajah lama yang masih setia, meski kalah terus.
 

Naturalisasi di partai tidak sesederhana mencetak KTA baru. Ia harus menyatu. Harus tahan kritik. Harus siap dituduh "penumpang".
 

Saya membayangkan wajah Anies duduk di muktamar PPP. Pidato pembukaan. Memakai jas hijau. Dikelilingi ulama dan habib yang belum tentu semua setuju.
 

Atau wajah Amran yang tenang, teknokratik, tiba-tiba harus pidato ideologi politik Islam.
 

Atau Sandiaga, yang sudah resmi kader, tapi masih terasa seperti “anak magang” di rumah besar Kabah.
 

Gus Ipul mungkin lebih mudah diterima. Ia NU. Ia santri. Ia pernah jadi wapresnya PBNU. Tapi belakangan ia lebih sering di dunia birokrasi, bukan dunia mobilisasi.
 

Yang paling “merah-putih” adalah Jenderal Dudung. Gaya tegasnya mungkin cocok untuk PPP yang ingin tampil nasionalis-religius. Tapi apakah beliau siap duduk di rapat harian DPP yang isinya lebih banyak debat soal baliho dan proposal?
 

Naturalisasi itu sah. Tapi hanya berhasil kalau ada asimilasi.
 

Kalau yang datang dari luar ini benar-benar mau belajar tradisi PPP, bersedia mendengar suara kader bawah, dan tidak sekadar jadi juru bicara elite.
 

PPP tidak sedang butuh selebritas. PPP sedang butuh sahabat sejati.
 

Satu hal yang saya pelajari dari sepak bola: pemain bintang tidak akan berguna kalau ruang ganti timnya berantakan.
 

Naturalisasi hanya berguna kalau tim kompak, pelatih cerdas, dan manajemen solid.
 

Kalau tidak, ya seperti biasa: impor pemain, gagal cetak gol, lalu pelatih dipecat.
 

PPP bisa saja ambil siapa pun. Tapi rumah besar umat Islam jangan sampai jadi rumah singgah karier politik.

 

Penulis: Pimred Raja Media, Ketua Dewan Etik DPP PJS, Wakil Bendahara Umum IKALUIN Jakartarajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA