Politisi NasDem Sentil Putusan MK! Rakyat Dirugikan, Hasrat Politik Dibunuh!
Pemilu Dipisah!

RMBANTEN.COM - Jakarta, Polkam – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah mulai 2029 terus menuai kritik.
Politikus senior Partai NasDem, Bestari Barus, bahkan menyebut rakyat bakal jadi korban, sementara para calon pemimpin daerah harus gigit jari.
“Rakyat itu menanti kehadiran para calon kepala daerah dan DPRD dengan gagasan dan semangat baru di 2029. Tapi malah dipaksa menunggu sampai 2031. Ini namanya membunuh hasrat politik mereka yang ingin berbuat baik untuk bangsa,” kata Bestari kepada Raja Media Network (RMN), Senin (7/7/2025).
Politisi Disuruh Tunggu 2,5 Tahun?
Putusan MK itu memang memisahkan jadwal pemilu nasional (DPR, DPD, Presiden) dan pemilu lokal (DPRD, kepala daerah). Pemilu lokal baru akan digelar 2 hingga 2,5 tahun setelah pemilu nasional, atau sekitar tahun 2031.
“Banyak kader partai dan politisi yang sudah menyiapkan diri untuk Pemilu 2029. Sekarang disuruh tunggu dua setengah tahun? Ini bukan sekadar soal teknis, tapi menyangkut semangat demokrasi!” ujar Bestari.
MK Dianggap Ubah Skema Tanpa Urgensi
Bestari juga mengaku heran mengapa MK mengubah skema penyelenggaraan pemilu padahal tidak ada urgensi mendesak.
“Pemilu 2024 lalu berjalan sukses. Kenapa harus dipisah lagi? Bukankah skema serentak sudah final dan settle?” cetusnya.
Ia mengingatkan, sebelum 2019, pileg dan pilpres memang digelar terpisah. Tapi setelah putusan MK sebelumnya, semuanya diserentakkan. Bahkan pilkada juga sudah diserentakkan sejak 2015 hingga puncaknya di 2024.
“Lalu kenapa diubah lagi?” tanya Bestari.
Risiko Kekosongan Jabatan DPRD
Salah satu kekhawatiran terbesar Bestari adalah soal kekosongan jabatan DPRD jika pemilu lokal digeser ke 2031.
“Kalau kepala daerah kosong, bisa diisi Plt. Tapi kalau DPRD kosong, mekanismenya apa? Ini belum jelas dan bisa jadi masalah konstitusional baru,” tegasnya.
Perbaiki Pemilu Jangan Langgar UUD
Bestari tak menampik bahwa pelaksanaan pemilu 2024 memang punya kekurangan, misalnya beban berat penyelenggara. Tapi, katanya, solusi perbaikannya bukan dengan menunda pemilu hingga bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945 yang menyebut pemilu wajib digelar tiap lima tahun sekali.
DPR Harus Bergerak, MK Jangan Jadi Pemain
Ia pun meminta DPR segera menyusun aturan hukum baru untuk mengantisipasi putusan MK yang bisa berdampak negatif ke demokrasi.
“MK seharusnya berdiri sebagai wasit. Jangan malah ikut main ke tengah,” sindirnya.
Menurutnya, jika MK hanya mendengar aspirasi segelintir pihak seperti penggugat (Perludem), tanpa mendengar mayoritas suara partai peserta pemilu, maka putusannya tidak memiliki kepekaan demokratis.
“Kalau para peserta pemilu sendiri yang menolak, lalu untuk siapa putusan ini?” tutup Bestari dengan nada penuh tanya.
Pendidikan | 4 hari yang lalu
Nagara | 2 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu
Nagara | 6 hari yang lalu
Pulitik Jero | 2 hari yang lalu
Hukum | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 1 hari yang lalu
Nagara | 3 hari yang lalu
Ékobis | 5 hari yang lalu