Matahari Kembar

RMBANTEN.COM - PRABOWO Subianto sudah menjadi Presiden Republik Indonesia. Dilantik. Disambut gegap gempita dan sudah bertugas. Jalan panjangnya menuju kekuasaan akhirnya tuntas.
Sementara Joko Widodo, presiden dua periode itu, telah benar-benar pensiun. Ia pulang ke Solo. Tidak lagi berkantor di Istana. Tidak lagi menghadiri rapat-rapat kabinet.
Tapi suasana politik belum benar-benar sepi.
Jokowi Pensiun, Tapi Solo Masih Ramai
Solo masih ramai.
Para menteri masih berdatangan ke sana.
Beberapa bahkan lebih dulu ke Jokowi sebelum menghadap Prabowo.
Bukan sekadar silaturahmi.
Tapi seperti masih ingin memastikan sesuatu.
Seolah-olah Solo masih punya kendali.
Puan: Tak Ada Matahari Kembar
Puan Maharani muncul dengan pernyataan tegas:
“Tak ada matahari kembar. Mataharinya adalah Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.”
Pendek. Tegas. Tapi seperti mengandung peringatan.
Peringatan kepada siapa?
Bisa ke para menteri. Bisa ke lingkaran Jokowi.
Atau bisa juga... ke Jokowi itu sendiri.
Diam Bukan Berarti Tak Mencatat
Prabowo sendiri belum banyak bicara. Ia memang bukan tipe yang suka manuver kata-kata. Tapi sejarah menunjukkan, kalau dia bergerak, dia tidak setengah hati.
Prabowo mungkin belum banyak mengganti. Tapi diam bukan berarti tak mencatat. Ia bukan pemimpin yang suka konfrontasi frontal—tapi juga bukan pemimpin yang akan membiarkan dirinya diatur dari belakang layar.
Semua Tergantung pada Prabowo
Ia sudah terlalu lama menunggu.
Terlalu keras berjuang.
Untuk hanya menjadi presiden formalitas.
Kini semua tergantung pada Prabowo. Apakah ia akan merapikan barisan, atau membiarkan kekuasaan berjalan dalam dua jalur.
Dan tergantung pada Jokowi. Apakah ia akan benar-benar menepi, atau terus jadi bayang-bayang kekuasaan dari kejauhan.
Karena publik melihat—ada dua pusat perhatian.
Satu di Istana, satu di Solo.
Satu resmi, satu informal.
Satu terang, satu samar.
Dua Matahari Tak Bisa Bersinar Bersamaan
Itulah “matahari kembar” yang sedang jadi perbincangan.
Dan sejarah menunjukkan:
Dua matahari tidak bisa menyinari satu langit terlalu lama.
Akan ada satu yang harus meredup.
Entah karena pilihan.
Atau karena keadaan.
Tapi ini Indonesia. Segala kemungkinan bisa terjadi.
Termasuk dua matahari yang bersinar bersamaan...
Sampai langitnya terbakar.
Warta Banten 6 hari yang lalu

Mancanagara | 5 hari yang lalu
Warta Banten | 5 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu
Gaya Hirup | 4 hari yang lalu
Warta Banten | 4 hari yang lalu
Mancanagara | 4 hari yang lalu
Nagara | 6 hari yang lalu
Warta Banten | 6 hari yang lalu
Warta Banten | 3 hari yang lalu