Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Matahari Kembar

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Rabu, 16 April 2025 | 07:22 WIB
Ilustrasi -
Ilustrasi -

RMBANTEN.COM - PRABOWO Subianto sudah menjadi Presiden Republik Indonesia. Dilantik. Disambut gegap gempita dan sudah bertugas. Jalan panjangnya menuju kekuasaan akhirnya tuntas.
 

Sementara Joko Widodo, presiden dua periode itu, telah benar-benar pensiun. Ia pulang ke Solo. Tidak lagi berkantor di Istana. Tidak lagi menghadiri rapat-rapat kabinet.

Tapi suasana politik belum benar-benar sepi.
 

Jokowi Pensiun, Tapi Solo Masih Ramai

 

Solo masih ramai.
Para menteri masih berdatangan ke sana.
Beberapa bahkan lebih dulu ke Jokowi sebelum menghadap Prabowo.
 

Bukan sekadar silaturahmi.
Tapi seperti masih ingin memastikan sesuatu.
Seolah-olah Solo masih punya kendali.
 

Puan: Tak Ada Matahari Kembar
 

Puan Maharani muncul dengan pernyataan tegas:
“Tak ada matahari kembar. Mataharinya adalah Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.”
 

Pendek. Tegas. Tapi seperti mengandung peringatan.
Peringatan kepada siapa?
Bisa ke para menteri. Bisa ke lingkaran Jokowi.
Atau bisa juga... ke Jokowi itu sendiri.
 

Diam Bukan Berarti Tak Mencatat
 

Prabowo sendiri belum banyak bicara. Ia memang bukan tipe yang suka manuver kata-kata. Tapi sejarah menunjukkan, kalau dia bergerak, dia tidak setengah hati.
 

Prabowo mungkin belum banyak mengganti. Tapi diam bukan berarti tak mencatat. Ia bukan pemimpin yang suka konfrontasi frontal—tapi juga bukan pemimpin yang akan membiarkan dirinya diatur dari belakang layar.
 

Semua Tergantung pada Prabowo
 

Ia sudah terlalu lama menunggu.
Terlalu keras berjuang.
Untuk hanya menjadi presiden formalitas.
 

Kini semua tergantung pada Prabowo. Apakah ia akan merapikan barisan, atau membiarkan kekuasaan berjalan dalam dua jalur.
 

Dan tergantung pada Jokowi. Apakah ia akan benar-benar menepi, atau terus jadi bayang-bayang kekuasaan dari kejauhan.
 

Karena publik melihat—ada dua pusat perhatian.
Satu di Istana, satu di Solo.
Satu resmi, satu informal.
Satu terang, satu samar.
 

Dua Matahari Tak Bisa Bersinar Bersamaan
 

Itulah “matahari kembar” yang sedang jadi perbincangan.
 

Dan sejarah menunjukkan:
Dua matahari tidak bisa menyinari satu langit terlalu lama.
 

Akan ada satu yang harus meredup.
Entah karena pilihan.
Atau karena keadaan.
 

Tapi ini Indonesia. Segala kemungkinan bisa terjadi.
Termasuk dua matahari yang bersinar bersamaan...
Sampai langitnya terbakar.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Ilustrasi  Ratu Zakiyah Vs Andika Hazrumy di Pilkada Kabupate Serang - Dok RMN -
Pilkada Ulang, Dinasti Pulang?
Selasa, 15 April 2025
- Ilustrasi/RMN -
Evakuasi Itu… Relokasi?
Minggu, 13 April 2025
Ilustrasi -
Lancar Karena Lesu?
Jumat, 11 April 2025
Timnas Garuda Muda U-17 - Foto: Repro -
Garuda Muda Menatap Qatar
Selasa, 08 April 2025
Ilustrasi - Medsos -
Mengadu Nasib ke Kota
Senin, 07 April 2025