Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

ASN Gugat Aturan Rotasi Pejabat, Uji Pasal dalam UU Pilkada ke MK

Laporan: Raja Media Network
Kamis, 06 Maret 2025 | 08:39 WIB
Ilustrasi rotasi --Repro-
Ilustrasi rotasi --Repro-

RMBANTEN.COM - Jakarta, RMN – Aturan yang melarang kepala daerah mengganti pejabat daerah selama enam bulan sejak pelantikan tanpa persetujuan Menteri Dalam Negeri digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut diajukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), Paber SC Simamora, dalam perkara nomor 2/PUU-XXIII/2025.
 

Paber menilai ketentuan dalam Pasal 162 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah bertentangan dengan konstitusi. Ia berpendapat bahwa aturan tersebut melanggar hak konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (3), Pasal 18 Ayat (2) dan (4), serta Pasal 28C dan 28D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 

"Gubernur, bupati, dan wali kota memiliki kewenangan yang sama dengan menteri serta pimpinan lembaga lain dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 29 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN," ujar Paber dalam sidang di MK, Rabu (5/3/2025).
 

Menyoal Kewenangan Kepala Daerah
 

Paber menilai kewajiban kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan Menteri Dalam Negeri dalam penggantian pejabat daerah bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945. Ia berpendapat bahwa setelah dilantik, kepala daerah memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk dalam pengelolaan ASN.
 

Menurutnya, ketentuan dalam Pasal 162 Ayat (3) UU Pilkada menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasalnya, UU Pilkada seharusnya hanya mengatur tahapan pemilihan kepala daerah dan bukan menyangkut wewenang kepala daerah setelah dilantik.
 

Selain itu, ia menegaskan bahwa bupati atau wali kota sebagai kepala pemerintahan di daerah berperan sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sejak dilantik. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Oleh karena itu, ia menilai kepala daerah seharusnya dapat melakukan mutasi jabatan tanpa perlu menunggu enam bulan atau memperoleh persetujuan Mendagri.
 

"Aturan ini berpotensi menghambat kesempatan seorang ASN untuk mendapatkan jabatan baru yang diamanahkan, karena harus menunggu enam bulan," tegasnya.
 

Dalam petitumnya, Paber meminta MK menyatakan Pasal 162 Ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
 

Hakim MK: Legal Standing Perlu Diperkuat
 

Dalam persidangan, para hakim konstitusi menyoroti perlunya penguatan landasan hukum dalam permohonan yang diajukan. Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur meminta pemohon untuk lebih jelas menjelaskan hubungan antara pasal yang diuji dan dampak langsung yang ditimbulkan.
 

"Belum tampak hubungan sebab-akibat antara kerugian konstitusional pemohon dengan pasal yang diujikan. Perlu dijelaskan keterkaitan setiap norma yang dikontestasikan," ujar Ridwan.
 

Senada, Hakim Konstitusi Arsul Sani menekankan pentingnya pemohon memperkuat legal standing dengan menjelaskan statusnya sebagai ASN dan dampak nyata dari aturan tersebut terhadap dirinya. Ia juga menyoroti perlunya pembanding dengan ASN di Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak mengikuti pilkada.
 

Sementara itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengingatkan bahwa aturan enam bulan bertujuan untuk menjaga stabilitas pemerintahan daerah dari intervensi politik.
 

"Aturan ini dibuat untuk memastikan para pejabat yang baru menjabat tidak terganggu oleh agenda politik pascapemilihan," ujar Saldi.
 

MK memberikan waktu 14 hari bagi pemohon untuk memperbaiki permohonan, dengan batas akhir perbaikan pada Selasa, 18 Maret 2025.rajamedia

Komentar: