Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Anggota DPR Usulkan Sertifikasi bagi Influencer di Indonesia

Laporan: Raja Media Network
Rabu, 12 November 2025 | 21:36 WIB
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Taufiq R Abdullah - Humas DPR -
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Taufiq R Abdullah - Humas DPR -

RMBANTEN.COM - Jakarta, Legislator — Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Taufiq R Abdullah, menilai langkah Tiongkok yang mewajibkan influencer memiliki gelar resmi atau sertifikat profesional sebelum membuat konten di media sosial patut dijadikan pelajaran oleh pemerintah Indonesia. 
 

Menurutnya, sertifikasi influencer diperlukan demi menciptakan ekosistem media sosial yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
 

Taufiq menyampaikan hal tersebut melalui keterangan persnya, Rabu (12/11/2025). Ia mengungkapkan, dominasi media sosial sebagai sumber informasi di ruang publik perlu diwaspadai bersama. 
 

"Langkah China mewajibkan influencer atau content creator memiliki sertifikat resmi untuk bidang tertentu seperti hukum, keuangan, pendidikan, dan kesehatan bisa menjadi pelajaran baik bagi pemerintah dalam menata ekosistem media sosial di tanah air," ujarnya.
 

Perlunya Standar Profesional bagi Influencer
 

Taufiq menjelaskan, pesatnya perkembangan media sosial memang memunculkan banyak profesi baru, seperti content creator, youtuber, podcaster, hingga influencer. Namun, masalahnya, dalam banyak kasus, warganet menyukai influencer bukan karena keahlian atau latar belakang pendidikan, melainkan karena tampilan dan gimmick semata.
 

"Situasi ini membuat banyak influencer tanpa sertifikat profesional atau keahlian memadai bisa membuat konten sesuka hati yang bisa menyesatkan follower atau viewer konten mereka," katanya.
 

Dampak Konten tanpa Dasar Keahlian
 

Taufiq mencontohkan kasus pesantren beberapa waktu lalu, di mana banyak influencer tanpa latar belakang jelas memberikan analisis terhadap model pengelolaan pesantren. Akibatnya, diskursus yang muncul tidak mencerahkan, malah membuka ruang perpecahan di mana pembela dan pencela pesantren saling menghujat di media sosial.
 

"Tak hanya tentang pesantren, misalnya, ketika ada wabah penyakit tertentu, muncul influencer yang membuat konten kesehatan tanpa dasar medis. Akibatnya, muncul informasi keliru tentang gejala, cara pengobatan, sehingga rentan menimbulkan kepanikan publik," jelasnya.
 

Regulasi sebagai Bentuk Perlindungan Negara
 

Taufiq menilai, langkah Cyberspace Administration of China (CAC) menerapkan regulasi ketat bagi influencer merupakan bentuk kehadiran negara untuk melindungi masyarakat dari berbagai informasi menyesatkan. Menurutnya, pemerintah Indonesia bisa menerapkan langkah yang sama mengingat masih begitu bebasnya dunia media sosial di tanah air.
 

"Memang diperlukan regulasi yang bisa memproteksi masyarakat dari pengaruh informasi yang tidak sehat. Perlindungan terhadap publik dari konten sampah atau tidak bermutu adalah bentuk nyata tanggung jawab negara terhadap literasi digital warganya," ujarnya.
 

Penguatan Ekosistem Literasi Digital
 

Legislator senior ini menegaskan, pengaturan terhadap media sosial bukanlah bentuk pembatasan terhadap kebebasan berekspresi. Lebih dari itu, pengaturan media sosial justru memastikan sumber informasi bisa terkurasi dengan baik sehingga tercipta ekosistem sehat bagi content creator maupun masyarakat sebagai penikmat media sosial.
 

"Langkah ini juga dapat memperkuat ekosistem literasi digital nasional, memastikan bahwa ruang digital Indonesia tidak dipenuhi oleh 'konten sampah' yang hanya mengejar sensasi tanpa nilai pengetahuan memadai," pungkasnya.rajamedia

Komentar: