Yang Tersisa dari Suryadharma Ali

RMBANTEN.COM - SAYA masih ingat betul wajahnya. Tidak banyak senyum, tapi sopan. Gaya bicaranya datar, tapi jika didengarkan baik-baik, ia selalu menyelipkan pesan. Bukan pesan politik. Tapi semacam petunjuk jalan. Jalan seorang muslim yang hidup di dalam negara.
Suryadharma Ali adalah jenis politisi yang tidak banyak tersisa hari ini. Ia dibesarkan dari sekolah agama. Lulusan IAIN Jakarta. Tapi hidupnya dihabiskan dalam gedung-gedung parlemen, rapat kabinet, dan ruang-ruang politik.
Ia bukan orator. Bukan juga aktor politik yang suka tampil. Tapi ia tahu cara menghidupkan partai. Ia juga tahu kapan harus pasang badan.
Termasuk ketika memutuskan membawa PPP merapat ke Prabowo-Hatta di Pilpres 2014. Saat banyak yang diam-diam tak sepakat, ia tetap maju. Dan menanggung semua akibatnya.
_1753942434.jpg)
Menteri Agama yang Turun ke Tenda
Sebagai Menteri, ia dua kali dipercaya, Menteri Koperasi dan UKM dan Menteri Agama. Mungkin karena dianggap aman. Mungkin karena mengerti medan. Tapi yang pasti, ia bekerja.
Saya tidak tahu detailnya. Tapi beberapa orang yang dekat dengannya pernah cerita: Pak SDA (begitu biasa disebut) itu orang lapangan. Ia turun langsung mengurus jemaah haji. Ia tidak hanya duduk di ruangan ber-AC di Jeddah. Ia turun ke tenda-tenda Mina. Kadang malam-malam. Kadang tanpa protokol.
Maka ketika ia jatuh — ketika kasus itu menyeretnya — banyak yang sedih. Termasuk mereka yang tak pernah sebaris politik dengannya.
“Saya tahu beliau baik,” kata seseorang kepada saya, saat itu.
Tapi hukum tetap jalan. Ia menjalani. Tanpa gaduh. Tanpa drama. Tanpa menyalahkan siapa pun.
Dan di situ, saya melihat kelebihan lain dari Pak SDA: ketabahan. Ia tidak melawan nasib dengan ribut. Ia diam. Menerima. Lalu kembali ke rumah. Kembali ke keluarga. Dan hilang dari berita.
Penjaga Keseimbangan
Sekarang, ia benar-benar pergi. Selamanya.
Tidak ada pernyataan panjang dari partai. Tidak ada debat soal warisan politik. Tapi bagi yang mengenalnya—dan pernah berseberangan dengannya—semuanya tahu: Suryadharma Ali pernah menjadi penyeimbang.
Di saat politik identitas naik, ia tidak ikut-ikutan memecah. Ia tahu PPP adalah rumah banyak orang: dari NU, dari Persis, dari tokoh-tokoh yang tidak keras, tapi juga tidak lunak. Ia hanya mencoba menjaga. Itu saja.
Dan untuk itu, saya rasa, kita semua berutang terima kasih padanya.
Yang Hilang Tapi Tercatat
Selamat jalan, Pak Surya.
Semoga Allah ampuni dosa-dosamu. Terima amal baikmu. Dan mengumpulkanmu bersama orang-orang yang sabar dan ikhlas.
Kau mungkin sudah dilupakan oleh dunia politik hari ini.
Tapi di langit, saya yakin, nama itu belum padam.
*Penulis: Wakil Bendahara Umum IKALUIN Jakarta
Gaya Hirup | 3 hari yang lalu
Pulitik Jero | 3 hari yang lalu
Pulitik Jero | 2 hari yang lalu
Nagara | 3 hari yang lalu
Pendidikan | 3 hari yang lalu
Pulitik Jero | 3 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Pulitik Jero | 5 hari yang lalu
Warta Banten | 3 hari yang lalu