Viral Tepuk Sakinah Kemenag, Siapa yang Punya Ide?

RMBANTEN.COM - Kendari – Psikolog keluarga sekaligus Koordinator Nasional Gusdurian Network Indonesia, Alissa Wahid, mengungkapkan kisah di balik lahirnya “Tepuk Sakinah”, gerakan edukatif yang kini ramai diperbincangkan karena mengajarkan lima pilar penting keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Gagasan ini, kata Alissa, lahir dari diskusi para ahli psikologi keluarga dan hukum keluarga Islam yang mencoba memaknai ulang konsep sakinah dalam konteks modern.
“Kami waktu itu membayangkan, keluarga sakinah itu seperti apa? Apa yang membuat keluarga tetap sehat dan membawa kebaikan bagi semua anggotanya? Dari sanalah lahir lima pilar perkawinan sakinah yang kemudian dirangkum dalam Tepuk Sakinah,” ujarnya dalam Talkshow Stop Pernikahan Anak dan Gerakan Sadar Pencatatan Nikah di ajang STQH Nasional XXVIII Kendari, Kamis (16/10/2025).
_1760801562.jpg)
Lima Pilar: Janji Kokoh dan Cinta yang Menjaga
Alissa menjelaskan, Tepuk Sakinah berisi lima pilar utama:
1. Prinsip berpasangan
2. Janji yang kokoh (mitsaqan ghaliza)
3. Saling cinta dan menjaga
4. Saling ridha
5. Musyawarah
Ia mengibaratkan pilar-pilar tersebut seperti fondasi rumah tangga.
“Kalau pilarnya tidak kokoh, sedikit guncangan saja bisa roboh. Banyak perkawinan yang gagal karena tidak kuat di lima pilar ini,” katanya.
Menurut Alissa, banyak pasangan muda kini terlalu cepat menyerah saat menghadapi konflik.
“Sering kali mereka lupa bahwa ijab kabul itu disaksikan oleh Allah. Ketika cinta memudar, mereka langsung berpikir berpisah. Padahal janji itu suci dan kuat,” jelasnya.
Edukasi Sejak Dini, Lawan Tren ‘Takut Menikah’
Lebih jauh, Alissa berharap Tepuk Sakinah menjadi alat edukasi bagi generasi muda agar memahami nilai sakinah sebelum memasuki pernikahan.
“Adik-adik di Tsanawiyah atau Aliyah bisa pakai Tepuk Sakinah untuk mengingatkan kakaknya yang sedang berkonflik. Katakan, perkawinan itu janji kokoh, bukan permainan,” ucapnya.
Ia juga menyinggung tren media sosial yang memandang pernikahan sebagai sesuatu yang menakutkan.
“Sekarang banyak yang bilang marriage is scary, takut menikah karena lihat banyak perceraian. Padahal, kalau lima pilar ini dijaga, insyaallah rumah tangga justru jadi sumber kedamaian dan rahmah,” katanya.
Gerakan Pencegahan Pernikahan Anak
Dalam konteks sosial yang lebih luas, Tepuk Sakinah juga menjadi bagian dari upaya pencegahan pernikahan anak. Menurut Alissa, banyak pernikahan dini gagal karena pasangan belum siap secara emosional maupun ekonomi.
“Kalau ada tren menikah muda, perlu diingat, Undang-Undang mengatur batas minimal usia 19 tahun. Kalau belum siap, jangan dipaksakan. Tumbuhlah dulu sampai matang,” pesannya.
Keluarga Kokoh, Negara Tangguh
Di akhir, Alissa menegaskan bahwa sakinah bukan sekadar hubungan dua insan, melainkan kontribusi keluarga terhadap kemaslahatan bangsa.
“Kalau keluarga kita baik, umat Islam di Indonesia juga akan baik. Dan kalau umat Islam baik, bangsa ini pasti kuat,” ujarnya penuh semangat.
Menurutnya, komunikasi dan musyawarah menjadi kunci menghadapi setiap persoalan rumah tangga.
“Perkawinan yang baik bukan yang tanpa masalah, tapi yang mau bermusyawarah dan saling menghormati,” tutupnya.
Pendidikan 3 hari yang lalu

Warta Banten | 5 hari yang lalu
Kaamanan | 5 hari yang lalu
Parlemen | 3 hari yang lalu
Kabudayaan | 6 hari yang lalu
Patandang | 2 hari yang lalu
Nagara | 5 hari yang lalu
Ékobis | 5 hari yang lalu
Ékobis | 2 hari yang lalu
Kaamanan | 2 hari yang lalu