Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Kejati Banten Ungkap Persekongkolan Sampah di DLH Tangsel, Ini Peran Kabid Kebersihan!

Laporan: Firman
Kamis, 17 April 2025 | 19:42 WIB
Foto - Dok Kejati Banten/Disway-
Foto - Dok Kejati Banten/Disway-

RMBANTEN.COM - Raja Media, Serang — Satu per satu peran di balik dugaan skandal pengelolaan sampah di Tangsel mulai terkuak. Kali ini giliran inisial TAKP, Kabid Kebersihan DLH Tangsel, yang ikut diseret Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dalam pusaran korupsi proyek Rp 75,9 miliar.


HPS Diduga Asal Jadi, Tak Berdasar Data


Kasipenkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, menyebutkan bahwa TAKP yang merangkap sebagai KPA sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga kuat ikut bermain dalam persekongkolan jahat itu.


"HPS yang dibuat TAKP sebagai PPK tidak disusun secara keahlian, tidak berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan!" tegas Rangga.


Tak cuma itu, TAKP juga tak melakukan klarifikasi teknis terhadap PT Ella Pratama Perkasa (EPP), penyedia jasa pengelolaan sampah. Rancangan kontrak pun amburadul, tak jelas lokasi pengangkutan dan teknis pengelolaan sampah.


“Kontrak tidak mengatur dengan jelas ke mana sampah dibuang, dan bagaimana teknis pengelolaannya,” lanjut Rangga.


Sampah Tak Dikelola, Tapi Duit Tetap Mengalir


Yang lebih parah: PT EPP tidak mengelola sampah, tapi TAKP tetap bayar 100 persen seolah pekerjaan beres.


"TAKP tahu EPP tidak buang sampah ke lokasi TPA yang sah. Tapi tetap dia cairkan pembayaran penuh!"


Sebagai mantan Lurah Pisangan, TAKP justru abai terhadap tanggung jawab dan pengawasan. Bukan mengelola, malah membiarkan lingkungan dibanjiri praktik haram dan sampah korupsi.


Uang Mengalir, Lingkungan Terlantar


Pada tahap pembayaran, TAKP dalam kapasitasnya sebagai KPA tetap menerbitkan SPM dan mencairkan dana 100%, meski kelengkapan administrasi dari PT EPP tidak terpenuhi.


Skema klasik korupsi proyek kembali terulang: dokumen palsu, kerja fiktif, dan pembayaran tanpa dasar. Tapi kali ini, dengan sampah sebagai tameng dan rakyat jadi korban.


Proyek bernilai miliaran itu kini terbukti tak hanya mencemari bumi, tapi juga nurani.rajamedia

Komentar: