Tom Lembong Bantah Langgar UU Perlindungan Petani

RMBANTEN.COM - Jakarta, Raja Media — Mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong menepis tuduhan bahwa dirinya telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Petani dalam kebijakan perdagangan gula selama masa jabatannya pada 2015–2016.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/3/2025), Tom menegaskan bahwa kebijakan yang ia ambil justru menguntungkan petani dan tidak bertentangan dengan regulasi yang ada.
"Petani bisa menjual gula mereka dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp8.900 per kilogram. Kalau harga jualnya lebih tinggi dari HPP dan petani tetap untung, lalu di mana letak pelanggarannya?" ujar Tom dalam sesi tanya jawab dengan saksi Robert J. Indartyo, mantan Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan.
Petani Tak Dirugikan
Robert, yang dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), membenarkan bahwa PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) gagal memenuhi target pengadaan 200 ribu ton gula karena petani lebih memilih menjual gula mereka di pasar dengan harga yang lebih tinggi.
Menurut Tom, kondisi ini menunjukkan bahwa mekanisme pasar berjalan dengan baik, dan petani tetap mendapatkan keuntungan tanpa intervensi pemerintah yang berlebihan.
"Asas 'willing buyer, willing seller' berjalan. Petani menjual gula dengan harga yang mereka anggap menguntungkan. Jika mereka bisa menjual dengan harga di atas HPP dan tetap diuntungkan, maka tidak ada alasan mengatakan bahwa mereka dirugikan," jelasnya.
Bantahan atas Impor Gula
Selain tuduhan melanggar UU Perlindungan Petani, Tom juga membantah klaim bahwa dirinya melakukan impor gula saat Indonesia dalam kondisi surplus.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan risalah rapat koordinasi di Kemenko Perekonomian pada akhir 2015, Indonesia justru mengalami kekurangan pasokan gula. Keputusan impor diambil sebagai upaya menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan stok gula di dalam negeri.
"Kejaksaan menuduh saya mengimpor gula saat Indonesia surplus. Faktanya, saat itu pasokan gula dalam negeri tidak mencukupi, sehingga impor menjadi langkah yang perlu diambil," ujar Tom.
Menurutnya, kegagalan PPI dalam memperoleh gula dari petani juga menjadi salah satu alasan kebijakan impor saat itu.
"PPI tidak berhasil mendapatkan gula dari petani dengan harga HPP, sehingga mereka bekerja sama dengan industri gula swasta dalam mengelola impor gula. Tidak ada aturan yang melarang hal ini," tegasnya.
Tom pun menekankan bahwa BUMN diperbolehkan untuk berkolaborasi dengan distributor swasta dalam rangka menjaga stabilitas harga dan distribusi gula nasional.
"Kami pastikan bahwa tidak ada regulasi yang melarang PT PPI atau BUMN lain bekerja sama dengan swasta dalam stabilisasi harga gula. Ini bagian dari strategi untuk memastikan pasokan gula dalam negeri tetap terjaga," kata dia.
Persidangan masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dalam beberapa pekan ke depan.
Pulitik Jero 5 hari yang lalu

Hukum | 4 hari yang lalu
Warta Banten | 1 hari yang lalu
Hukum | 1 hari yang lalu
Pulitik Jero | 3 hari yang lalu
Pulitik Jero | 5 hari yang lalu
Warta Banten | 3 hari yang lalu
Parlemen | 1 hari yang lalu
Hukum | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 3 hari yang lalu