Tantangan Ketimpangan Kota Di Banten
RMBANTEN.COM - Opini Banten - Melihat baliho para kandidat pemimpin regional di Banten, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, kita dapat merasa optimis. Banyak dari mereka adalah generasi muda, yang tentunya lebih segar dan dinamis dibandingkan dengan dua kandidat dalam pilpres Amerika saat ini. Kehadiran calon-calon pemimpin muda ini memberikan harapan bahwa mereka mampu memahami dan mengatasi berbagai permasalahan, salah satunya adalah ketimpangan antar kota di Banten.
Ketimpangan kota di Banten sangat mencolok. Hal ini terlihat jelas dari perbedaan wajah kota seperti Pandeglang dibandingkan dengan Kabupaten Tangerang, apalagi jika dibandingkan dengan Kota Tangerang Selatan. Bahkan di dalam wilayah Tangerang Raya sendiri, terdapat perbedaan mencolok antara Kota Tangerang Selatan dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Perbedaan ini tidak hanya mencakup fisik kota, tetapi juga tingkat perputaran ekonomi dan intensitas interaksi antar wilayah.
Ketimpangan ini menjadi tantangan besar bagi para pemimpin di tingkat provinsi maupun lokal. Mereka perlu memformulasikan perspektif yang dapat mengikis dan meminimalisir ketimpangan antar kota, yang pada akhirnya akan berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat. Investasi, baik dari dana APBD maupun investor luar, sangat diperlukan. Namun, perspektif pembangunan yang ditawarkan oleh para pemimpin lokal juga harus mampu memancing minat investor.
Kedekatan wilayah satelit dengan wilayah inti yang memiliki perputaran ekonomi tinggi memang berkontribusi besar pada kemauan investor untuk berinvestasi. Namun, para pemimpin lokal harus kreatif dan inovatif dalam menawarkan kelebihan-kelebihan ketika para investor bersedia berinvestasi di daerah mereka. Pendekatan ini dapat mengurangi keengganan investor dan meningkatkan partisipasi mereka dalam pembangunan daerah.
Sayangnya, banyak pemimpin lokal yang merasa cukup dengan apa yang sudah dilakukan oleh pendahulu mereka, sehingga hanya meneruskan kebijakan yang ada. Padahal, diperlukan pemikiran yang agresif dan inovatif untuk mengubah paradigma pembangunan di kota-kota Banten. Para pemimpin harus melihat Banten sebagai wilayah yang mandiri dan perlu dikembangkan dengan modal perkotaan yang dimilikinya. Banten memiliki berbagai sumber daya yang bisa digali dan dioptimalkan, seperti pariwisata, budaya, sumber daya manusia, dan geografi.
Contohnya, Banten memiliki sumber daya pariwisata yang sangat lengkap, baik yang berbasis alam, atraksi lokal, maupun buatan. Namun, optimalisasi pariwisata Banten belum dilakukan secara maksimal untuk menjadi penopang utama pendapatan masyarakat. Begitu pula dengan sumber daya lain seperti lembaga pendidikan pesantren yang sangat banyak di Banten, yang belum dikelola secara optimal sebagai salah satu sumber pertumbuhan dan pembangunan.
Dalam menghadapi ketimpangan perkotaan, calon pemimpin daerah Banten harus berpikir holistik dan mandiri.
Pemikiran holistik berarti memikirkan bagaimana distribusi sumber daya dan anggaran yang dimiliki pemerintah bisa dialokasikan untuk membangun keseimbangan, terutama keseimbangan pembangunan kota. Dengan kepemimpinan yang agresif, kreatif, inovatif, dan berkeadilan, ketimpangan antar kota di Banten bisa diminimalisir, sehingga kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan secara merata di seluruh wilayah Banten.
Karena itu diperlukan sejumlah gagasan model dan pola pembangunan yang agresif, inovatif, dan berkeadilan. Pertama, Pengembangan infrastruktur berkelanjutan, yang dalam hal ini membangun dan memperbaiki infrastruktur jalan, jembatan, dan transportasi umum untuk meningkatkan konektivitas antar kota dan desa, dan mengembangkan infrastruktur digital untuk meningkatkan aksesibilitas informasi dan layanan berbasis teknologi di seluruh wilayah.
Kedua, Pengembangan ekonomi kreatif dan inovatif, di mana salah satunya dengan menumpukan pada pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan menyediakan akses permodalan, pelatihan, dan pendampingan, serta mendorong inovasi melalui inkubasi bisnis, coworking spaces, dan program-program startup yang difokuskan pada solusi lokal.
Ketiga, Optimalisasi sumber daya pariwisata, melalui pengembangan destinasi wisata berbasis alam, budaya, dan buatan dengan strategi pemasaran yang agresif untuk menarik wisatawan domestik dan internasional, serta melakukan kolaborasi dengan sektor swasta untuk investasi dalam fasilitas wisata dan pengelolaan destinasi.
Keempat, Pendidikan dan pelatihan dengan berfokus pada upaya peningkatan kualitas pendidikan dengan program pelatihan bagi guru dan tenaga pendidik serta memperluas akses pendidikan berkualitas di daerah-daerah terpencil, serta mengoptimalkan lembaga pendidikan pesantren sebagai pusat pengembangan keterampilan dan pendidikan karakter.
Kelima, Keadilan sosial dan distribusi sumber daya dengan mengimplementasikan kebijakan distribusi anggaran yang adil dan merata untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik di seluruh wilayah Banten, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan untuk memastikan kebutuhan dan aspirasi lokal terpenuhi.
Keenam, Kerjasama regional dan internasional dengan cara meningkatkan kerjasama dengan kota-kota lain di Indonesia dan internasional untuk berbagi pengetahuan, teknologi, dan sumber daya, diserta dengan mempromosikan investasi asing yang berkelanjutan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal.
Ketujuh, Pengelolaan lingkungan hidup melalui program-program pengelolaan lingkungan yang berbasis komunitas untuk menjaga kelestarian alam dan sumber daya alam, serta menerapkan teknologi hijau dalam pembangunan infrastruktur dan industri untuk meminimalisir dampak lingkungan.
Dengan menerapkan model dan pola pembangunan yang agresif, inovatif, dan berkeadilan, para pemimpin daerah di Banten dapat menciptakan keseimbangan pembangunan antar kota, mengurangi ketimpangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Keberanian untuk berpikir dan bertindak di luar kebiasaan serta komitmen untuk melibatkan seluruh elemen masyarakat adalah kunci utama dalam mewujudkan visi ini.
*Penulis: Pengajar Sosiologi Perkotaan, Pengurus IKALUIN Jakarta; Ketua Prodi S2 KPI
Nasional 6 hari yang lalu
Keamanan | 6 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu
Ekbis | 6 hari yang lalu
Keamanan | 3 hari yang lalu