Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Ramadan, Flexing, dan Pemimpin Kita

Bab - 8

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Jumat, 07 Maret 2025 | 05:07 WIB
Foto ilustrasi -
Foto ilustrasi -

RMBANTEN.COM  -  RAMADAN kali ini masih sama.
 

Masih ada antrean panjang di restoran mahal saat buka puasa. Masih ada meja-meja penuh makanan yang akhirnya tidak habis. Masih ada postingan media sosial yang menunjukkan siapa berbuka di mana, dengan menu apa, dan bersama siapa.
 

Ramadan seharusnya tentang menahan diri. Tapi sekarang, Ramadan justru jadi bulan flexing.
 

Bukan hanya soal makanan. Tapi juga soal gaya hidup.
 

Lihatlah media sosial.
 

Ada yang pamer takjil mewah. Ada yang pamer sedekah besar. Ada yang pamer tarawih di masjid luar negeri. Semua berlomba-lomba memperlihatkan kesalehan.
 

Padahal, Rasulullah SAW berbuka hanya dengan kurma dan air. Jika tidak ada kurma, cukup air saja. Tidak ada meja panjang penuh hidangan. Tidak ada pesta buka puasa di hotel bintang lima.
 

Imam Hasan Al-Bashri pernah berkata:

"Aku telah bertemu dengan kaum (para sahabat Nabi), mereka lebih menjaga waktunya dibanding menjaga dinarnya. Mereka lebih menjaga ucapannya dibanding menjaga perak dan emasnya. Mereka hidup sederhana, tetapi hatinya kaya."
 

Dulu, kesalehan adalah soal hati. Sekarang, kesalehan adalah soal tampilan.
 

Bukan hanya masyarakat. Pejabat juga.
 

Dulu, Umar bin Khattab tidur di bawah pohon tanpa pengawal. Pakaiannya penuh tambalan. Hidupnya sederhana, meski beliau bisa saja hidup mewah.
 

Sekarang?
 

Pejabat makin kaya. Mobil dinasnya makin mewah. Rumahnya makin megah.
 

Gaji pejabat kita memang besar. Tapi, seharusnya tetap sederhana. Karena pemimpin itu teladan.
 

Ali bin Abi Thalib pernah berpesan:
 

"Jangan terlalu terpaku pada kemewahan dunia, karena itu hanya sementara. Hidupkanlah hatimu dengan kesederhanaan, niscaya engkau akan menemukan kebahagiaan sejati."
 

Tapi, zaman memang berubah.
 

Sekarang, kalau pejabat hidup sederhana, dianggap kurang sukses. Kalau tidak pakai barang mahal, dianggap kurang berkelas. Kalau tidak punya rumah besar, dianggap tidak berwibawa.
 

Akhirnya, rakyat makin jauh dari pemimpinnya.
 

Ramadan ini, kita mau belajar dari siapa?
 

Dari Rasulullah SAW yang hidup sederhana? Atau dari mereka yang berlomba-lomba memamerkan kekayaan?
 

Dari Umar bin Khattab yang tidur di bawah pohon? Atau dari pejabat yang sibuk mengoleksi mobil mewah?
 

Imam Syafi’i pernah berkata:
 

"Seandainya para pemimpin memahami betapa beratnya tanggung jawab mereka, maka mereka akan lebih memilih hidup sederhana dan selalu bersama rakyatnya."
 

Ramadan ini, kita kembali dihadapkan pada pilihan:
 

Mau meneladani kesederhanaan?
 

Atau tetap ikut arus flexing?
 

Seperti kata Imam Al-Ghazali:
 

"Kesederhanaan adalah jalan menuju kebahagiaan sejati. Sebab, semakin sedikit kita tergantung pada dunia, semakin bebas jiwa kita dalam menggapai ridha Allah."
 

Semoga Ramadan kali ini bisa berbeda. Setidaknya, buat kita yang mau berpikir.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Foto ilustrasi -
Sedekah Kok Takut Miskin
Kamis, 06 Maret 2025
Foto: Ilustrasi
Sabar Itu Lapar
Selasa, 04 Maret 2025
Foto: Ilutrasi kajian subuh
Menjaga Lisan dan Hati
Senin, 03 Maret 2025
Ilustrasi --
Puasa Sebagai Benteng Diri
Minggu, 02 Maret 2025
Ilustrasi Ngakali Rakyat-
Ngakali Rakyat, Lagi dan Lagi
Sabtu, 01 Maret 2025