Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Ramadan: Apakah Kita Akan Berubah?

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Jumat, 21 Maret 2025 | 05:20 WIB
Ilustrasi --
Ilustrasi --

RMBANTEN.COM - RAMADAN selalu datang dengan semangat perbaikan. Bukan hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan moral kita. 

 

Setiap tahunnya, kita diajak untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, lebih sabar, lebih jujur, dan lebih peduli kepada sesama.
 

Namun, setelah Ramadan pergi, berapa banyak dari kita yang benar-benar berubah?
 

Bulan ini sering kali hanya menjadi momen sesaat. Masjid penuh di awal Ramadan, tapi mulai kosong menjelang akhir. Sedekah melimpah, tapi setelah Idulfitri, kepedulian kembali menurun.
 

Padahal, jika Ramadan hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa perubahan, maka kita telah kehilangan esensi utamanya.
 

Ramadan dan Revolusi Diri
 

Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan penuh keimanan dan berharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim).
 

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk keburukan. Ramadan harus menjadi latihan untuk mengendalikan hawa nafsu dan memperbaiki karakter.
 

Jika selama Ramadan kita bisa bangun lebih awal untuk sahur dan shalat, mengapa setelah Ramadan sulit untuk bangun shalat Subuh tepat waktu?
 

Jika selama Ramadan kita bisa lebih sabar dan menahan amarah, mengapa setelahnya kita kembali mudah tersulut emosi?
 

Jika selama Ramadan kita bisa bersedekah dengan ringan, mengapa setelahnya kita kembali perhitungan?
 

Momentum Perubahan Sosial
 

Perubahan bukan hanya pada diri sendiri. Ramadan juga harus menjadi momentum perubahan bagi masyarakat dan bangsa.
 

Dalam sejarah Islam, banyak peristiwa besar terjadi di bulan Ramadan. Perang Badar yang menentukan nasib umat Islam terjadi di bulan ini. Fathu Makkah, ketika Rasulullah menaklukkan Mekkah dengan penuh kedamaian, juga terjadi di Ramadan.
 

Apa artinya?

 

Ramadan bukan hanya tentang ritual, tapi juga tentang aksi. Kita diajarkan untuk tidak hanya memperbaiki diri, tetapi juga memperbaiki lingkungan.
 

Di negeri ini, Ramadan seharusnya menjadi pengingat bagi para pemimpin.
 

Apakah keadilan sudah ditegakkan?
Apakah kebijakan sudah berpihak kepada rakyat?
Apakah korupsi benar-benar diperangi?
 

Bung Hatta pernah berkata:
"Pemerintahan yang baik adalah yang bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya."
 

Tapi, apakah kita sudah melihat perubahan itu?
 

Harga bahan pokok masih tinggi. Pengangguran masih banyak. Kasus korupsi masih terus bermunculan.
 

Jika Ramadan hanya menjadi seremoni tahunan tanpa perubahan, maka ada yang salah.
 

Sebelum Ramadan Pergi
 

Gus Dur pernah berkata:
"Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan."
 

Ramadan harus menjadi momen bagi kita semua untuk kembali pada nilai-nilai kemanusiaan. Kembali pada kejujuran, kepedulian, dan keadilan.
 

Jangan sampai Ramadan hanya menjadi ritual tanpa makna. Jangan sampai kita menyesal ketika Ramadan sudah berlalu.
 

Mumpung masih ada waktu, mari jadikan Ramadan sebagai titik balik.
 

Bukan hanya dalam ibadah, tapi dalam seluruh aspek kehidupan.
 

Agar Ramadan benar-benar membawa perubahan. Bagi diri kita. Bagi masyarakat. Bagi negeri ini.rajamedia

Komentar: