Banten

Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Peristiwa

Keamanan

Nasional

Olahraga

Dunia

Opini

Galeri

Gaya Hidup

Budaya

Pendidikan

Kesehatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Porang Hidup

Oleh: Dahlan Iskan
Selasa, 03 September 2024 | 06:00 WIB
Ilustrasi Porang-
Ilustrasi Porang-

RMBANTEN.COM - Disway - TIDAK ada kabar apa-apa tentang porang. Berarti harganya lagi baik. Tidak terdengar lagi ada keluhan dari para petani porang: soal harga yang merosot.

 

Bahkan boleh dikata sekarang ini terjadi krisis porang. Pabrik-pabrik tepung porang banyak yang berhenti produksi: kekurangan bahan baku.

 

Harga porang yang sempat jatuh ke Rp 3.000/kg kini mencapai Rp 12.500/kg. Itu pun barangnya sulit didapat.

 

"Saya harus kirim tim sampai NTB dan NTT. Cari porang sampai di sana. Agar pabrik saya tidak berhenti," ujar Sutrisno Lutfia, anak muda yang all out terjun ke pertanian dan industri porang.

 

Sutrisno punya pabrik tepung porang. Di Ponorogo. Masih tergolong baru. Belum tiga tahun. Hasilnya diekspor ke Tiongkok.

 

Tepung porang banyak dipakai untuk campuran makanan, kue dan obat dan kosmetik. Dan juga untuk dijual dalam bentuk beras: beras porang. Atau mie. Mie porang. Lebih sehat. Terutama bagi yang tidak mau makan nasi.

 

Ketika harga porang jatuh keluhan utamanya: belum ada pabrik tepung porang di dalam negeri. Ada. Baru dua. Tidak bisa menyerap produksi porang yang "meledak" di mana-mana.

 

Waktu itu, yang ada, lebih banyak pabrik pembuat chip: ubi porang diiris-iris, dikeringkan, diekspor dalam bentuk chip. Kadang proses pengeringannya kurang baik: muncul jamur. Bahaya bagi kesehatan.

 

Ekspor porang Indonesia pun jatuh. Mengalami nasib yang serupa dengan ekspor sarang burung –ketika ada pengusaha sarang burung yang memakai kimia untuk pemutih.

 

Sebelum Covid-19 harga porang juga tinggi. Meski belum sampai Rp 12.500 tapi sudah bikin mata berubah hijau.

 

Kalau di masa lalu saya harus kampanye agar petani mau tanam porang, dengan harga segitu tidak diperlukan kampanye apa pun: para petani emosi. Ramai-ramai tanam porang.

 

Harga benih pun melambung. Sampai Rp 150.000/kg. Tidak masuk akal. Tapi ditabrak juga. Akibatnya biaya produksi naik drastis.

 

Yang semula saya hanya menganjurkan tanam porang di tanah tidak subur kalah oleh emosi. Tanah subur pun diubah jadi kebun porang.

 

Maka ketika harga porang jatuh banyak petani menjerit. Lalu diperparah oleh Covid-19: Tiongkok tidak lagi impor porang.

 

Saat produksi porang melimpah itulah mulai banyak yang terpikir membangun pabrik tepung porang. Tiba-tiba saja ada sembilan pabrik porang: di Ponorogo, Madiun, Nganjuk, Sidoarjo, Pasuruan. Hampir serentak.

 

Maka terjadilah apa yang harus terjadi: pabrik kekurangan bahan baku porang. Harga melambung.

 

Begitulah hidup. Semua ingin cari hidup. Semua ingin hidup. Tidak ada yang mau mati. Kadang harus setengah mati dulu. Lalu hidup lagi. Atau kebablasan mati.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Foto-foto Wahyu Kokkang saat merawat ibunda yang ada di bukunya. [Disway]
Kokkang Ibunda
Kamis, 21 November 2024
Bersama Ign Harjito (jaket hitam). [Disway]
Bergodo Kebogiro
Rabu, 20 November 2024
Ilustrasi perjalanan Dahlan Iskan dari Hartford ke Chicago. [Disway]
Critical Parah
Selasa, 19 November 2024
Prasasti Iqra di Yale University. [Disway]
Tafsir Iqra
Senin, 18 November 2024
ersama para orang tua dan peserta yang mengikuti The World Scholar’s Cup Tournament of Champions. [Disway]
Medali Debat
Minggu, 17 November 2024
Elon Musk, Donald Trump and Vivek Ramaswamy. [Foto: Dok Getty Images]
Pemerintah Sederhana
Sabtu, 16 November 2024