Banten

Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Peristiwa

Keamanan

Nasional

Olahraga

Dunia

Opini

Galeri

Gaya Hidup

Budaya

Pendidikan

Kesehatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Modal Sosial dan Modal Kultural Banten: Tantangan Kualitas Hidup

Oleh: Dr. Tantan Hermansah
Senin, 22 Juli 2024 | 08:24 WIB
Masjid Raya Al Bantani di KP3B, Kecamatan Curug Kota Serang, Banten dari atas. [Foto: Dok Instagram.com @mulfifansuri].
Masjid Raya Al Bantani di KP3B, Kecamatan Curug Kota Serang, Banten dari atas. [Foto: Dok Instagram.com @mulfifansuri].

RMBANTEN.COM - Opini, Banten -  Dalam buku yang ditulis oleh arkeolog Hasan Muarif Ambary (1998), “Menemukan Peradaban Arkeologi dan Islam di Indonesia”, digambarkan bahwa Banten di masa lalu sebagai salah satu kawasan dengan kecerdasan sosial politik yang luar biasa. Kemampuan ini menunjukkan bahwa warga Banten yang di dalamnya ada sub-kultur Jawara ini, sejak lampu bukanlah suku bangsa yang terkategori “kaleng-kaleng”. 

 

Banten mampu melampaui masyarakat di Nusantara pada umumnya, dengan bukti yang valid menunjukkan bahwa Banten diakui oleh negara-negara Eropa melalui mata uang yang diakui secara internasional. 

 

Tentu kemampuan ini tidak tumbuh begitu saja, tetapi ditopang oleh epistemologi kesadaran yang memungkinkan para pemuka politik waktu itu mengambil keputusan strategis. Berbagai keuputusan seperti menjalin relasi dan pergaulan internasional yang belum dilakukan oleh banyak negara di Nusantara, baik melalui hubungan diplomatik maupun perdagangan internasional, menjadi bukti kelas sosial-politik bangsa ini di masa lalu.

 

Dalam konteks kekinian, dapat disimpulkan bahwa warga Banten dan para tokohnya telah lama memiliki apa yang dalam sosiologi disebut sebagai modal sosial, termasuk di dalamnya modal politik, ekonomi, dan kultural. Tidak mungkin suatu daerah yang tidak memiliki satu dari modal-modal tersebut bisa menjalin hubungan strategis dengan bangsa lain pada waktu itu. Bahkan dalam beberapa hal, kemodernan budaya politik dan perdagangan Banten yang luar biasa telah menyebabkan daerah ini dipertimbangkan dalam konteks perdagangan internasional (international trade).

 

Maka dari itu, menjadi keniscayaan bahwa sejatinya modal kultural Banten sudah sangat mondial. Sehingga fakta-fakta arkeologis ini harus dibaca secara mendalam sebagai modal sosial dan modal kultural yang bisa direjuvenasi atau dibangkitkan untuk melakukan transformasi Banten secara massif dan progresif oleh para kandidat yang sedang berkontestasi.

 

Setiap kandidat yang saat ini tengah melakukan kampanye dan kanvasing di berbagai tempat dengan berbagai gaya dan strategi, meski masih terlihat minim pernyataan substantif, tetap harus diyakini sebenarnya memiliki pikiran-pikiran positif dan aktif untuk kembali memosisikan Banten lebih maju dari masa lalunya. 

 

Hari ini, kita tahu bahwa Banten belum bersinar dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Meskipun secara geografis Banten dekat dengan pusat ekonomi Indonesia, Jakarta, namun dampak sosial ekonomi yang signifikan belum sepenuhnya dirasakan oleh warga provinsi ini. 

 

Kualitas Hidup dan Pembangunan

 

Sebagai contoh, secara kualitatif, realitas kehidupan di Banten menunjukkan bahwa kualitas kehidupan warga Banten secara umum masih jauh di bawah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kemegahan pembangunan di Jakarta dan Jawa Barat saja, misalnya, seperti berbanding terbalik dengan provinsi ini. 

 

Bahkan jika kita melakukan analisis tingkat kabupaten/kota di mana kesenjangan kehidupan dan kesejahteraan sangat nyata. Ketidakmerataan pertumbuhan di setiap kawasan yang ada di Banten, misalnya Kota Tangerang Selatan dengan Kabupaten Lebak, menunjukkan bahwa banyak kandidat pemimpin Banten selama ini yang belum mampu mengatasi kesenjangan ini. Sehingga dari situ juga kita bisa membaca bahwa penguatan SDM menjadi PR paling besar jika ingin melakukan lompatan kemajuan di Banten. 

 

Di sisi lain, terdapat 6.430 pesantren yang tercatat, yang tersebar di Banten, dengan kurang lebih 467.175 santri. Artinya ini juga merupakan modal sosial yang besar, dan bisa mendukung percepatan pembangunan Banten itu sendiri, terutama dalam masalah peningkatan kualitas kehidupan. 

 

Pembangunan yang tepat dan terkoordinasi dapat meningkatkan kualitas hidup warga Banten. Investasi dalam pendidikan dan kesehatan, peningkatan infrastruktur, serta pengembangan ekonomi berbasis komunitas merupakan beberapa strategi yang dapat diambil. 

 

Pemerintah perlu fokus pada pemberdayaan ekonomi lokal, seperti menjadikan para pelaku usaha setempat sebagai tulang utama pergerakan ekonomi masyarakat luas; selain itu, peningkatan kualitas layanan kesehatan, dan akses pendidikan yang merata, pun menjadi agenda yang harus disentuh lebih besar dari sebelumnya. Terutama dihadirkannya sekolah-sekolah unggulan secara merata di setiap kabupaten kota se-Banten.

 

Penguatan modal sosial dan kultural ini tentu sangat penting untuk membangun fondasi yang kokoh bagi kesejahteraan bersama. Terlebih, Ibu Kota Jakarta, yang selama ini berdampak signifikan ke Provinsi Banten, sudah berubah hanya menjadi pusat ekonomi semata.

 

Oleh karena itu, pemimpin Banten harus mampu mengkoordinasi seluruh ide dan gagasan perubahan positif di setiap wilayahnya secara berimbang, agar tidak muncul kesenjangan yang tajam. Dengan modal kultural dan modal sosial yang dimiliki, sudah waktunya para pemimpin Banten menengok kembali keunggulan-keunggulan di masa lalu untuk memberikan semangat kepada semua pemangku kepentingan di Banten agar bangkit dan mendorong terjadinya kesejahteraan bersama.

 

Begitu penting bagi para elit Banten untuk memahami persoalan modal sosial dan kultural ini, sehingga mereka harus mampu memanfaatkan keunggulan historis dan potensi yang ada untuk melakukan transformasi yang berkelanjutan dan inklusif. Hanya dengan cara ini, Banten dapat mencapai kesejahteraan yang merata dan mengulang kejayaannya di masa lalu dalam konteks modern yang lebih maju. 

 

*Penulis: Pengajar Sosiologi Perkotaan, Pengurus IKALUIN Jakarta; Ketua Prodi S2 KPIrajamedia

Komentar: