Komisi II DPR Minta Transparansi Sertifikat Pagar Laut Tangerang
RMBANTEN.COM - Polhukam, Jakarta – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk terbuka terkait penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di area pagar laut Tangerang.
Hal ini menyusul adanya dugaan pelanggaran hukum yang saat ini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung.
"Jika memang ada indikasi pelanggaran pidana, saya mendapat informasi dari Kejaksaan Agung bahwa proses penyelidikan sedang berjalan terhadap jajaran ATR/BPN. Ini masih penyelidikan, bukan penyidikan, tetapi kami ingin membuka masalah ini secara terang benderang—siapa pelakunya, siapa yang memerintahkan, dan siapa saja yang turut serta," ujar Rifqinizamy dalam rapat kerja dengan Menteri ATR/BPN di Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1).
Desakan Transparansi untuk Menghindari “Cuci Piring”
Rifqinizamy, yang merupakan politisi dari Fraksi Partai NasDem, menegaskan bahwa keterbukaan data sertifikat di lokasi pagar laut sangat penting untuk menghindari kesan adanya upaya “cuci piring” di lingkungan Kementerian ATR/BPN.
"Kita tentu berharap bidang-bidang tanah ini bisa disampaikan secara terbuka ke publik—nomor sertifikatnya, kapan diterbitkan, berapa banyak bidang tanah yang ada, dan sebagainya. Jangan sampai kita yang ada di ruangan ini menjadi 'tukang cuci piring' atas penerbitan sertifikat yang mungkin sudah berpuluh-puluh tahun lalu, tetapi baru sekarang dipermasalahkan," ujarnya.
Menteri ATR/BPN Paparkan Data Sertifikat
Menanggapi hal tersebut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid memaparkan data sertifikat yang telah diterbitkan di wilayah laut Tangerang melalui aplikasi Bhumi.ATR.
Dikatakan Nusron, berdasarkan data yang dipaparkan, diketahui bahwa terdapat 16 desa di Tangerang yang telah dipasangi pagar laut dan memiliki sertifikat kepemilikan.
Meski demikian, persoalan legalitas sertifikat dan dampaknya terhadap masyarakat serta lingkungan masih menjadi perdebatan.
Kejelasan status hukum dan transparansi dokumen menjadi kunci dalam menyelesaikan polemik ini, termasuk langkah-langkah hukum yang mungkin diambil jika ditemukan adanya pelanggaran dalam penerbitan sertifikat tersebut.
Dengan adanya penyelidikan yang tengah berjalan, publik menunggu langkah konkret dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan sertifikat di kawasan yang seharusnya menjadi bagian dari ruang publik dan kelestarian lingkungan.
Keamanan | 5 hari yang lalu
Politik | 5 hari yang lalu
Peristiwa | 6 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Ekbis | 6 hari yang lalu
Banten | 5 hari yang lalu
Opini | 6 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu