Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Insiden Kapal "Hantu" Tewaskan Nelayan Labuan! Syahbandar Bungkam, PLTU Lepas Tangan!

Laporan: Firman
Jumat, 26 September 2025 | 09:47 WIB
Dosen Kebijakan Publik Universitas Mathla’ul Anwar Banten Eko Supriatno - Foto: Asep/RMN -
Dosen Kebijakan Publik Universitas Mathla’ul Anwar Banten Eko Supriatno - Foto: Asep/RMN -

RMBANTEN.COM - Pandeglang, Hukrim – Ratusan nelayan Labuan, Banten, menggelar aksi protes mendesak pengungkapan identitas kapal tongkang misterius yang menabrak KM Nanjung Sari pada 12 September 2025. Insiden itu menewaskan satu anak buah kapal (ABK), Suwito, sementara empat ABK lainnya selamat. 
 

Hingga berita ini diturunkan, otoritas pelabuhan dan PLTU Banten 2 Labuan masih bungkam, memicu kecaman publik atas kegagalan pengawasan dan akuntabilitas.
 

Pengawasan Gagal, Kapal Hantu Berkeliaran
 

Tragedi tenggelamnya Suwito akibat tabrakan dengan kapal tongkang batu bara menegaskan lemahnya pengawasan pelayaran dan absennya tanggung jawab korporasi. Identitas kapal penyebab kecelakaan hingga kini belum diumumkan, memperkuat kesan adanya “kapal hantu” birokrasi yang membiarkan tragedi berulang.
 

“PLTU bangga menyalakan listrik untuk kota-kota, tapi gagal menyalakan transparansi dan tanggung jawab sosial. Mereka lebih peduli menjaga arus listrik ketimbang arus keadilan,” kritik Eko Supriatno, Dosen Kebijakan Publik Universitas Mathla’ul Anwar Banten, Jumat (26/9/2025).
 

Syahbandar Labuan, yang seharusnya menjadi penjaga keselamatan pelayaran, dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan. 
 

“Apa artinya kantor megah dan seragam rapi kalau nelayan yang mati hanya dianggap angka statistik?” tambah Eko.
 

Lngkungan Terancam, CSR Dikuasai ‘Raja-Raja Kecil’
 

PLTU 2 Labuan juga dituding durhaka terhadap lingkungan. Polusi udara, pencemaran air laut akibat ceceran batu bara, dan sistem pengelolaan limbah yang buruk menjadi bukti nyata pengabaian tanggung jawab ekologis.
 

Program Corporate Social Responsibility (CSR) PLTU dinilai tidak transparan dan dikuasai oleh “raja-raja kecil” setempat. 
 

“Manfaat CSR jarang dirasakan masyarakat langsung, sementara pekerja dieksploitasi dengan upah di bawah UMR dan fasilitas minim,” ungkap Eko.
 

Dampak kesehatan juga mengkhawatirkan: emisi sulfur dioksida dan partikel halus dari PLTU meningkatkan risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular warga sekitar.
 

Keadilan Hilang, Nelayab Dibungkam
 

Aksi protes nelayan di depan kantor Syahbandar Labuan dihadang aparat berjaga ketat, sementara pemilik kapal tongkang misterius bebas dari jerat hukum. 
 

“Inilah wajah hukum yang timpang: tajam ke nelayan, tumpul ke pemilik modal,” tegas Eko.
 

Bagi keluarga Suwito, laut yang selama ini menjadi sumber kehidupan berubah menjadi kuburan keadilan.
 

“Kalau negara lebih berpihak pada korporasi ketimbang keselamatan rakyat, tragedi Suwito bukan kecelakaan semata. Ia adalah bukti nyata kegagalan negara menjaga nyawa nelayannya sendiri,” pungkas Eko.
 

Tuntutan Nelayan Labuan:
 

1. Pengungkapan identitas kapal tongkang penyebab tabrakan.

2. Pertanggungjawaban PLTU 2 Labuan atas dampak lingkungan dan sosial.

3. Penegakan hukum terhadap pihak yang lalai dalam pengawasan pelayaran.

4. Transparansi program CSR dan perlindungan hak pekerja.rajamedia

Komentar: