Benyamin Sebut Pembubaran Ibadah Rosario Mahasiswa UNPAM Karena Komunikasi
RMBANTEN,COM - Kota Tangsel - Pembubaran ibadah rosario mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (UNPAM) pada Ahad kemarin terjadi karena masalah komunikasi.
Demikian ditegaskan Walikota Tangerang Selatan (Tangsel) Benyamin Davnie, melansir laman tempo.co, Kamis (9/5)
"Penyebabnya komunikasi yang tersumbat. Antara pihak RT dengan masyarakat di lingkungannya," ujar Benyamin.
Pristiwa pembubaran ibadah disesalkan Benyamin, terlebih dalam peristiwa itu berujung pada penganiayaan itu terjadi.
Benyamin mengaku, di Kota Tangsel tidak akan memberi tempat bagi para pelaku intoleran.
Untuk itu, Benyamin meminta para Ketua RT dan RW di Tangsel agar menjalin komunikasi yang lebih baik dengan warganya.
"Secara kultural bapak ibu (RT/RW) dapat memahami betul apa yang ada di lingkungannya," ujarnya.
Diketahui, pembubaran terhadap sejumlah mahasiswa UNPAM yang sedang berkumpul dan membaca doa rosario ini terjadi di Kampung Poncol, Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan.
Persoalan berawal saat ketua RT setempat menegur para mahasiswa tersebut. Warga yang selama ini merasa terganggu dengan mahasiswa ini ikut mendatangi kos-kosan tempat mereka berkumpul hingga berujung cekcok dan penganiayaan.
Polres Tangerang Selatan telah menetapkan D selaku Ketua RT setempat dan tiga warganya sebagai tersangka.
Warga klaim bukan soal Ibadah
Sementara, Warga Kampung Poncol, Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengklaim pembubaran terhadap mahasiswa UNPAM tidak terkait dengan ibadah doa rosario yang sedang berlangsung.
Masyarakat, bersikukuh pembubaran terjadi karena warga mengaku resah dengan aktivitas sejumlah mahasiswa ini yang dinilai kerap membuat gaduh.
"Warga banyak yang resah, tapi bukan karena mereka beribadah. Tapi mereka ramai karena mereka sering kumpul," ujar Yanti, salah satu warga Kampung Poncol.
Menurut Yanti, warga setempat sudah tahu jika kelompok mahasiswa Universitas Pamulang ini hampir rutin melakukan kegiatan peribadatan setiap pekan.
"Tapi bukan soal itu yang jadi masalah utama. Kami tidak pernah melarang orang untuk beribadah meskipun agama apapun," ujarnya.
Empat warga jadi tersangka
Kapolres Tangsel Ajun Komisaris Besar Ibnu Bagus Santoso menjelaskan empat warga Kampung Poncol ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Empat tersangka diamanakan inisial D, S, I dan A. Perannya beda-beda ada yang meneriaki dan menakuti korban," kata Ibnu, Selasa, 7 Mei 2024.
Ibnu menjelaskan tersangka D, 53 tahun, merupakan ketua RT setempat. Ia berperan meneriaki dengan suara keras, mengumpat, dan mengintimidasi korban.
Tersangka I, 30 tahun, berperan turut meneriaki dan mengintimidasi lewat ucapan. Karena korban menolak perintah para tersangka untuk pergi, maka I mendorong badan korban dengan sebanyak dua kali.
Sedangkan tersangka S, 36 tahun, berperan membawa senjata tajam jenis pisau dengan maksud mengancam dan menakut-nakuti korban serta temannya yang berada di TKP.
"Lalu tersangka A, 26 tahun, berperan membawa senjata tajam jenis pisau, dengan maksud bersama tersangka lainnya melakukan ancaman kekerasan untuk supaya korban dan rekannya merasa takut dan segera pergi membubarkan diri," pungkasnya.
Parlemen 6 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu
Keamanan | 3 hari yang lalu
Ekbis | 6 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu
Politik | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu