Anjloknya IHSG Masih Dalam Jangkauan Mitigasi

RMBANTEN.COM - PERDAGANGAN saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat dihentikan pada Selasa, 18 Maret 2025. Bagi sebagian kalangan, trading halt dianggap sebagai gejala awal dari krisis ekonomi yang tengah menghantui perekonomian nasional.
Namun, dalam perspektif Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), fenomena tersebut sebenarnya tidak terlalu mengejutkan.
Sebagai gambaran, pada awal Februari lalu, penulis berkesempatan memberikan keynote speech dalam acara bertajuk Outlook Ekonomi DPR 2025.
Dalam acara yang dihadiri para pelaku pasar terkemuka nasional tersebut, sangat terasa adanya konsensus bahwa ekonomi pada tahun 2025 akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Tantangan tersebut berupa ketidakpastian kebijakan negara-negara ekonomi utama yang tengah berjibaku dengan perang dagang.
Dalam kesempatan itu, penulis mengutip data dari Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve Economic Data (FRED). Menurut FRED, per Desember 2024, angka indeks ketidakpastian kebijakan ekonomi global mencapai 377 poin.
Angka ini merupakan yang tertinggi kedua dalam beberapa dekade terakhir, setelah periode awal krisis pandemi Covid-19 pada Mei 2020 yang mencapai 431 poin.
Pada saat artikel ini ditulis, angka indeks ketidakpastian meningkat cukup signifikan ke level 429 poin per akhir Januari 2025. Kenaikan indeks tersebut menunjukkan bahwa pelaku pasar global menilai situasi ketidakpastian ekonomi saat ini relatif sebanding dengan tingkat keparahan seperti pada awal krisis pandemi.
Dalam situasi ketidakpastian yang tinggi, pasar dan investor menjadi sangat sensitif terhadap rumor dan sentimen negatif, tidak terkecuali di pasar modal Indonesia.
Adanya data tingkat ketidakpastian global saat ini yang hampir sama dengan krisis pandemi juga memungkinkan kita untuk melakukan langkah-langkah mitigasi.
Pada saat krisis pandemi, total terjadi tujuh kali trading halt dalam kurun 9 Maret hingga 24 Maret 2020. Pada trading halt yang terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat anjlok di titik terendah pada level 3.937, atau turun 37 persen secara year to date.
Kembali ke situasi saat ini, trading halt baru terjadi sekali pada Selasa kemarin dengan penurunan IHSG sebesar 6,02 persen ke level 6.058. Sehari setelahnya, pada penutupan perdagangan Rabu, IHSG sudah naik kembali ke level 6.325.
Relatif cepatnya pemulihan IHSG ini mengisyaratkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih kuat dibandingkan saat pandemi, meskipun tantangan eksternal yang dihadapi relatif sama beratnya.
Langkah Mitigasi
Lebih kuatnya fondasi ekonomi nasional saat ini tak lepas dari langkah-langkah mitigasi yang diambil oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menyadari tantangan eksternal yang berat pada 2025, Pemerintah sejak awal tahun telah mengambil sejumlah kebijakan strategis. Salah satunya adalah revisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
Kebijakan baru DHE SDA dirancang untuk memperkuat cadangan devisa nasional. Kebijakan yang berlaku efektif per 1 Maret 2025 ini diharapkan dapat menjaga nilai tukar rupiah pada target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 di kisaran Rp16.000 per dolar AS. Tanpa kebijakan ini, kurs rupiah berisiko melemah hingga menembus batas psikologis Rp17.000 per dolar AS.
Kebijakan lain yang tak kalah strategis adalah pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Danantara akan berperan penting dalam meningkatkan kapasitas investasi domestik melalui konsolidasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dengan ini, keberlanjutan pembangunan ekonomi nasional diharapkan tidak terlalu terganggu oleh risiko menurunnya investasi asing akibat situasi global.
Di luar dua kebijakan di atas, masih banyak lagi yang layak menjadi perhatian pasar. Sebut saja pendirian Bullion Bank, program hilirisasi dan industrialisasi, program tiga juta rumah, serta program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Semua kebijakan tersebut tidak hanya akan semakin memperkuat fundamental ekonomi nasional, tetapi juga berpotensi mengakselerasi pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen sesuai target Presiden.
Namun demikian, harus diakui bahwa program serta kebijakan yang secara teknokratis sangat baik tersebut belum mampu dikonversi menjadi sentimen positif yang optimal di pasar. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya keterpaduan antarinstansi dalam komunikasi dan narasi publik.
Selain itu, pasar juga masih menantikan informasi tentang progres konkret atas implementasi program-program peningkatan kapasitas ekonomi nasional yang diharapkan dapat berjalan efektif, efisien, dan akuntabel.
Tingkatkan Pengawasan
Satu hal lain yang harus diakui adalah bahwa anjloknya IHSG bukan semata-mata akibat faktor global, tetapi juga dipengaruhi faktor domestik, yakni menurunnya kinerja fiskal pada awal tahun 2025.
Pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 tercatat senilai Rp316,9 triliun, atau menurun sekitar 20,8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sebagian pelaku pasar mengkhawatirkan bahwa penurunan pendapatan ini akan meningkatkan defisit APBN 2025, yang ditargetkan pada level 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam hal ini, DPR RI berkeyakinan bahwa menurunnya pendapatan negara hanya bersifat sementara dan akan segera pulih dalam waktu dekat.
Meski demikian, DPR RI akan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan fiskal tahun 2025. Beberapa langkah krusial telah dilaksanakan, antara lain:
1. Mendorong Direktorat Jenderal Pajak untuk menunda implementasi aplikasi Coretax secara penuh. Sebagai gantinya, wajib pajak masih dapat menggunakan aplikasi perpajakan eksisting hingga Coretax benar-benar siap pakai.
2. Memantau perkembangan indikator ekonomi dan non-ekonomi yang relevan. Faktor non-ekonomi yang berdampak pada kepercayaan pasar antara lain indeks demokrasi dan indeks persepsi korupsi. DPR RI berkomitmen untuk mengawal agar kedua indeks tersebut dapat meningkat dalam periode pemerintahan ini.
Meskipun fundamental ekonomi nasional saat ini lebih kuat dibanding masa pandemi, kita tidak boleh lengah dalam mengantisipasi setiap risiko yang mungkin terjadi.
Satu hal yang pasti, anjloknya IHSG belakangan ini masih dalam jangkauan mitigasi risiko yang dilakukan Pemerintah maupun DPR RI. Pelaku pasar dan masyarakat secara umum tidak perlu ragu ataupun risau atas prospek ekonomi Indonesia tahun 2025.
Dr. Ir. H. Adies Kadir, SH., M.Hum.
Wakil Ketua DPR RI
Pendidikan 6 hari yang lalu

Ékobis | 6 hari yang lalu
Pulitik Jero | 2 hari yang lalu
Nagara | 5 hari yang lalu
Ékobis | 4 hari yang lalu
Kaamanan | 6 hari yang lalu
Hukum | 1 hari yang lalu
Nagara | 5 hari yang lalu
Warta Banten | 5 hari yang lalu
Parlemen | 6 hari yang lalu