Itikaf dan Pemimpin: Berani Merenung?

RMBANTEN.COM - RAMADAN Seperti biasa, orang-orang berbondong-bondong ke masjid. Bukan hanya untuk tarawih, tapi juga untuk itikaf. Duduk diam, merenung, mendekatkan diri kepada Allah.
Tapi, di antara mereka, adakah para pemimpin?
Atau mereka masih sibuk? Dengan politik? Dengan jabatan? Dengan rencana mempertahankan kekuasaan?
Padahal, itikaf bukan sekadar ibadah. Itu momen refleksi. Momen untuk bertanya ke diri sendiri: Sudahkah saya menjadi pemimpin yang baik?
Pemimpin dan Godaan Kekuasaan
Dulu, Umar bin Khattab sering menangis saat memikirkan amanahnya. Takut tidak adil. Takut lalai. Takut Allah murka.
Sekarang?
Pemimpin menangis juga. Tapi bukan karena takut Allah. Karena takut kehilangan kursi.
Mereka bicara tentang rakyat. Tapi lebih sering bicara tentang strategi politik.
Mereka bicara tentang amanah. Tapi sibuk bagi-bagi proyek dan jabatan.
Harusnya mereka belajar dari Ramadan. Belajar menahan diri.
Seperti kata Ali bin Abi Thalib:
"Kepemimpinan bukan tentang siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling mampu menahan hawa nafsunya."
Beranikah Pemimpin Itikaf?
Coba bayangkan.
Seorang presiden duduk diam di sudut masjid. Tanpa ajudan. Tanpa kamera. Tanpa pencitraan.
Gubernur ikut sujud di antara rakyatnya. Tanpa protokoler. Tanpa jarak. Tanpa basa-basi.
Menteri berdoa di sepertiga malam. Bukan untuk jabatan, tapi untuk ampunan.
Mungkinkah?
Mahatma Gandhi pernah berkata:
"Pemimpin sejati adalah yang bisa menguasai dirinya sebelum menguasai orang lain."
Tapi, di negeri ini, pemimpin lebih sering sibuk menguasai orang lain. Diri sendiri saja tak mampu dikendalikan.
Sebuah Tantangan
Coba, para pemimpin negeri ini ambil waktu. Dua hari saja. Masuk masjid. Matikan ponsel. Tinggalkan urusan politik.
Duduk. Merenung.
Tanya ke diri sendiri:
"Sudahkah saya adil?"
"Sudahkah saya jujur?"
"Sudahkah saya memikirkan rakyat lebih dari diri sendiri?"
Kalau jawabannya masih ragu-ragu, mungkin mereka butuh lebih lama di masjid.
Bung Hatta pernah berkata:
"Pemimpin yang baik bukan yang banyak bicara, tapi yang mampu menahan diri dari godaan kekuasaan."
Jadi, Ramadan ini, beranikah para pemimpin kita untuk itikaf? Atau justru lebih nyaman dengan riuhnya politik?
Pulitik Jero 5 hari yang lalu

Hukum | 4 hari yang lalu
Warta Banten | 1 hari yang lalu
Hukum | 1 hari yang lalu
Pulitik Jero | 3 hari yang lalu
Pulitik Jero | 5 hari yang lalu
Warta Banten | 3 hari yang lalu
Hukum | 2 hari yang lalu
Parlemen | 1 hari yang lalu
Pendidikan | 3 hari yang lalu