Eksepsi Eks Mentan Sebut Proses Hukum SYL Karena Perbedaan Kepentingan Politik
RMBANTEN.COM - Polhukam - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) merasa ada politisasi dalam penanganan kasusnya.
Hal itu disampaikan YSL dalam pembacaan nota keberatan (eksepsi), yang disampaikan kuasa hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
"Sungguh malang nasibnya, karena di penghujung akhir jabatannya tergelincir dalam pusaran politik kekuasaan yang tidak fairness, sehingga saat ini harus dengan terpaksa menjalani penahanan di Hotel Prodeo KPK RI yang semestinya tidak diharapkan,” ujar , Djamaluddin Koedoeboen.
SYL meyakini dirinya diproses hukum karena menjadi lawan politik para penguasa. Klaim itu didasari banyaknya politisi lain yang melanggar aturan hukum, namun dibiarkan.
"Mengingat kepentingan politik penguasa yang berseberangan dengan lawan politik sehingga terlihat jelas dengan mata telanjang banyak kawan politiknya terlepas dari jeratan hukum bahkan perkaranya nyaris dibekukan, dan mandek, tidak berlanjut prosesnya,” ujar Djamaluddin mewakili SYL.
SYL menilai hukum di Indonesia sudah tebang pilih. Sebab, dirinya dijadikan terdakwa di saat politikus lain yang melanggar dibiarkan hanya karena berada di lingkaran penguasa.
"Tidak seperti terdakwa Syahrul Yasin Limpo yang permasalahannya lanjut hingga sampai duduk di kursi pesakitan, di persidangan pada Peradilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekarang ini,” ucap Djamaluddin.
Syahrul merasa tidak bersalah dalam kasusnya. Dia juga mengeklaim sangat mengetahui korupsi dilarang di Indonesia.
SYL juga mengaku membenci tiap kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Sebab, kata SYL, tindakan itu cuma menyengsarakan masyarakat di saat pemerintah berusaha menyejahterakannya.
"Hal ini juga dipahami jelas baik oleh terdakwa, maupun penasehat hukumnya, bahkan kami juga sangat membenci tindak pidana korupsi yang telah banyak menyengsarakan rakyat dan bangsa ini sekian lamanya,” kata Djamaluddin.
Syahrul didakwa menerima gratifikasi dan pemotongan dana di Kementerian Pertanian. Total pemotongan dananya yakni Rp44.546.079.044, sedangkan gratifikasi ya yakni Rp40.647.444.494.
Penerimaan dana itu dibantu oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) nonaktif Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian nonaktif Kementan Muhammad Hatta.
Dalam kasus pemotongan dana, Syahrul, Kasdi, dan Hatta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, dalam dugaan penerimaan gratifikasi, Syahrul disangkakan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Nasional 6 hari yang lalu
Parlemen | 6 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu
Keamanan | 3 hari yang lalu
Ekbis | 6 hari yang lalu
Politik | 5 hari yang lalu