Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Menjaga Lisan dan Hati

Bab - 4

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Senin, 03 Maret 2025 | 05:57 WIB
Foto: Ilutrasi kajian subuh
Foto: Ilutrasi kajian subuh

RMBANTEN.COM - SAYA jadi ingat cerita lama. Seorang pria tua datang ke seorang ulama. Ia mengaku rajin beribadah, puasanya tak pernah bolong, salat malamnya rutin. Tapi hatinya gelisah.
 

"Saya masih sering membicarakan keburukan orang lain," akunya.
 

Sang ulama hanya tersenyum. Ia memberi pria itu sekantong bulu ayam dan menyuruhnya menyebarkan bulu itu di sepanjang jalan. "Besok kembali ke sini," pesannya.
 

Esoknya, pria itu datang lagi.
 

"Sekarang kumpulkan lagi semua bulu yang sudah kamu sebarkan," kata ulama itu.
 

Pria itu terkejut. "Bagaimana mungkin? Angin pasti sudah menerbangkannya ke mana-mana."
 

Ulama itu mengangguk. "Begitulah kata-kata yang sudah keluar dari lisanmu. Sekali terucap, ia tak bisa ditarik kembali."
 

Begitulah bahaya lisan.
 

Di zaman sekarang, lisan itu bukan cuma mulut. Tapi juga jari.
 

Di media sosial, satu komentar pedas bisa menyakiti hati orang. Satu share berita tanpa verifikasi bisa menghancurkan reputasi. Satu cuitan asal-asalan bisa memicu permusuhan.
 

Ramadan seharusnya jadi rem. Bukan cuma untuk lapar dan haus. Tapi juga untuk ucapan dan perasaan.
 

Tapi nyatanya? Justru Ramadan sering jadi ajang debat. Mulai dari perbedaan jadwal puasa, rukyat vs hisab, hingga halal-haram sesuatu. Komentar makin tajam, sindiran makin sarkastik.
 

Bukankah Ramadan harusnya menenangkan?
 

Ibnu Qayyim pernah berkata, "Agama ini dibangun di atas dua hal: kejujuran dan kesabaran."
 

Puasa sejati itu bukan sekadar menahan makan. Tapi juga menahan lisan dan hati dari keburukan.
 

Apa gunanya puasa kalau sepanjang hari kita membicarakan keburukan orang lain? Apa gunanya ibadah kalau hati kita masih penuh iri, dengki, dan amarah?
 

Saya teringat hadits ini: "Banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan dahaga."
 

Kenapa? Karena puasanya hanya formalitas. Tidak mengubah akhlak.
 

Imam Al-Ghazali pernah menulis dalam Ihya Ulumuddin, "Lisan itu seperti binatang buas. Jika kamu lepaskan, ia akan menyerang."
 

Maka Ramadan ini, mari coba lebih hati-hati.
 

Hati-hati dengan lisan. Jangan asal bicara. Kalau tidak tahu, lebih baik diam. Kalau ragu, jangan share.
 

Hati-hati dengan hati. Jangan gampang marah. Jangan mudah iri. Jangan sibuk mencari kesalahan orang lain.
 

Imam Syafi’i pernah berpesan, "Jika seseorang hendak berbicara, maka pikirkanlah terlebih dahulu. Jika baik, ucapkanlah. Jika ragu, lebih baik diam."
 

Puasa ini sebentar. Tapi dampaknya bisa seumur hidup.
 

Jika kita bisa melatih lisan dan hati, bukan tidak mungkin setelah Ramadan pun kita akan lebih terjaga.
 

Karena menjaga lisan dan hati dari dosa—itulah inti dari ibadah yang sesungguhnya.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Ilustrasi --
Puasa Sebagai Benteng Diri
Minggu, 02 Maret 2025
Ilustrasi Ngakali Rakyat-
Ngakali Rakyat, Lagi dan Lagi
Sabtu, 01 Maret 2025
Opini, Zaki, Ramadan, Seri 2, Kejujuran Hati
Ramadan dan Kejujuran Hati
Sabtu, 01 Maret 2025
Dede Zaki Mubarok -
Bersihkan Hati, Nikmati Ramadhan
Jumat, 28 Februari 2025
Rekapitulasi KPU Kabupaten Serang yang memenangkan Ratu-Najib dibatalkan MK - karena ada cawe-cawe! - Foto: Repro KPU Kab Serang-
Serang, PSU, ‘Cawe-cawe’
Rabu, 26 Februari 2025