Dana Anagata
RMBANTEN.COM - Disway - ITU tidak bisa diresmikan di bulan November 2024. Mundur ke Desember. Lalu mundur lagi ke Januari 2025.
Rasanya di Januari pun tidak bisa. Masa depan Danantara (Daya Anagata Nusantara) belum bisa segera diputuskan.
Badan Pengelolanya memang sudah ada. Kepala BP Investasi Danantara-nya juga sudah ditunjuk: Muliaman D. Hadad.
Anda sudah kenal siapa ia: mantan ketua Otoritas Jasa Keuangan --yang mengawasi semua bank, asuransi, dan pasar modal.
Ketika didirikan Danantara seperti ingin cepat dijalankan. Itulah salah satu prioritas presiden baru di bidang keuangan. Yakni bagaimana bisa mencari banyak uang untuk pembangunan.
Ide pembentukan Danantara datang dari tim ekonomi masa transisi Presiden Prabowo Subianto: Prof Dr Burhanuddin Abdullah --mantan Gubernur Bank Indonesia. Beliau memang tergabung dalam tim pemenangan Prabowo di Pilpres.
Sesuai dengan namanya, Danantara akan dipakai sebagai "kendaraan" untuk menggalang dana pembangunan.
Anda sudah tahu arti "daya". Anda juga sudah tahu arti "anagata": masa depan. Tenaga masa depan.
Semua orang tahu: uang tidak bisa datang sendiri. Harus punya kendaraan yang bisa dipakai menjemput uang itu.
Kendaraan-kendaraan yang ada rupanya sudah dianggap kelelahan. Termasuk kendaraan yang masih baru: SWL (Sovereign Wealth Fund).
Maka Prof Burhanuddin --kini komisaris utama PT PLN-- punya ide membuat kendaraan yang lebih besar: Danantara. Bentuknya bukan PT. Mirip dengan SWL.
Yang hebat --dan mungkin menyakitkan bagi sebagian orang-- Danantara dibentuk dengan cara memindahkan raksasa-raksasa BUMN ke dalam Danantara. Jumlahnya tujuh raksasa.
Saking besarnya skala tujuh perusahaan BUMN tersebut sampai ada yang mengatakan sisa BUMN lainnya tidak layak lagi disebut BUMN.
Tujuh raksasa itu merupakan mesin uang BUMN yang sebenarnya. Laba tujuh perusahaan itu mencapai 80 persen dari laba BUMN seluruhnya. Pun omzet dan asetnya.
Maka kalau tujuh raksasa itu dipindahkan dari Kementerian BUMN, apakah lagi arti Kementerian BUMN. Termasuk apalah arti menjadi Menteri BUMN. Bisa jadi sisa BUMN yang ada hanya pantas menjadi urusan kementerian UMKM --begitu orang berseloroh.
Anda sudah tahu siapa saja tujuh raksasa yang akan dimasukkan ke dalam Danantara: Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Pertamina, PLN, Bank BNI, Telkom, dan holding-nya perusahaan-perusahaan tambang: MIND ID.
Mereka itulah inti dari BUMN dilihat dari kekuatan keuangannya. Dengan kekuatan itu maka Danantara akan menjadi kendaraan yang besar sekali. Bukan saja labanya, tapi, yang lebih penting, adalah kapasitasnya. Yakni kapasitas untuk mencari dana pembangunan.
Kelihatannya sederhana. Kendaraan besar bisa untuk mencari uang besar. Praktiknya tidak sesederhana itu. Terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk membuat Danantara bisa menjadi danantara.
Soal persetujuan DPR mungkin bisa lewat jalan tol. Tapi mengalihkan aset begitu besar tidak bisa cepat. Apalagi ini aset negara.
Belum lagi soal teknis manajerial. Misalnya, apakah Danantara juga akan menjadi pembina manajemen tujuh raksasa BUMN tersebut?
Kalau iya, maka seperti akan terbentuk "kementerian" BUMN yang besar --yang besarnya jauh melebihi kementerian "sisa" BUMN yang ditinggalkan.
Yang lain lagi: apakah Danantara juga akan menjadi kuasa pemilik tujuh raksasa tersebut?
Kalau "ya" berarti harus jadi penentu dalam setiap RUPS mereka. Juga akan jadi penentu direksi dan komisaris mereka.
Praktis akan terbentuk "kementerian" BUMN yang baru. Maka problem BUMN yang lama juga akan pindah ke "kementerian" BUMN yang baru.
Kalau tujuan mengambil mereka hanya untuk jadi "kendaraan" penggalang dana bagaimana bisa tanpa memilikinya.
Sebenarnya mereka sendiri sangat memerlukan dana untuk pengembangan internal diri mereka. Belum tentu mereka masih punya leverage yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber penggalangan dana pembangunan.
Beberapa perusahaan dari tujuh raksasa itu rasanya sudah tidak punya ruang leverage lagi. Ruang itu sudah habis terpakai untuk kebutuhan pengembangan mereka sendiri.
Tapi Prof Burhanuddin Abdullah dan Muliaman adalah ahli keuangan. Mungkin keduanya masih melihat ruang leverage yang bisa dimanfaatkan tanpa mengganggu leverage yang dibutuhkan internal mereka sendiri.
Rasanya penundaan peresmiannya di bulan Januari masih akan ditunda lagi ke bulan Februari. Atau Maret. Atau April. Atau sampai akhir masa jabatan presiden.
Banten | 4 hari yang lalu
Dunia | 5 hari yang lalu
Ekbis | 5 hari yang lalu
Nasional | 4 hari yang lalu
Banten | 6 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu
Banten | 5 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu