Kawin Paksa Lalu Dicerai! Aleg DPR Geram: Ini Bukan Restoratif, Ini Brutal!

RMBANTEN.COM - Jakarta, Hukrim – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, naik pitam. Ia menyoroti tajam penanganan kasus perkosaan mahasiswi di Karawang oleh pamannya sendiri, yang justru “diselesaikan” lewat pernikahan kilat, lalu diceraikan hanya sehari kemudian.
Politisi Golkar itu menilai tindakan Polsek Majalaya yang mendorong mekanisme restorative justice dalam kasus ini bertentangan total dengan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan lewat jalan damai. Menikahkan pelaku dengan korban bukanlah penyelesaian, tapi pelecehan kedua!” tegas Sari, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/6/2025).
Korban Mahasiswi, Pelaku Guru Ngaji Merangkap Paman
Kisah pilu itu terjadi di Kecamatan Majalaya, Karawang. Seorang mahasiswi 19 tahun diperkosa oleh pamannya yang juga guru ngajinya.
Peristiwa terjadi saat korban berkunjung ke rumah nenek. Pelaku datang bersalaman dengan dalih “belum sempat berlebaran”, lalu korban mendadak tak sadarkan diri. Ketika siuman, korban sudah berada di klinik, dan tubuhnya ternoda.
Polisi: Damai Saja, Kawin Saja!
Yang membuat publik geram, kasus ini tidak diarahkan ke Unit PPA Polres. Malah, Polsek Majalaya memediasi pernikahan antara pelaku dan korban. Hasilnya? Sehari setelah ijab kabul, pelaku langsung menceraikan korban.
Sari Yuliati tidak tinggal diam. Ia meminta Kapolres Karawang turun tangan. Menurutnya, tindakan aparat di tingkat bawah sudah melenceng dari semangat perlindungan terhadap korban.
“Kami sangat prihatin. Pelaku harus dihukum berat sesuai undang-undang. Bukan dikawinkan lalu dilepas seperti tidak berdosa!” tegasnya lagi.
Komisi III Akan Panggil
DPR, kata Sari, akan meminta klarifikasi. “Tidak boleh ada pembiaran atas praktik menyimpang semacam ini. Kasus kekerasan seksual harus ditangani serius, bukan ‘disapu karpet’ lewat kawin-paksa,” katanya.
Stop Restoratif untuk Kekerasan Seksual!
Pernikahan pelaku-perkosa dengan korban bukan hanya tidak manusiawi, tapi juga melanggar prinsip hukum dan keadilan.
“Ini bukan restorative justice, tapi kekerasan lanjutan yang dilegalkan,” pungkas legislator dari NTB itu.
Pulitik Jero 4 hari yang lalu

Pulitik Jero | 2 hari yang lalu
Mancanagara | 4 hari yang lalu
Warta Banten | 6 hari yang lalu
Warta Banten | 3 hari yang lalu
Pulitik Jero | 5 hari yang lalu
Pulitik Jero | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 5 hari yang lalu
Warta Banten | 4 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu