Hilirisasi Nilam Dongkrak Ekonomi UMKM

RMBANTEN.COM - Manado, UMKM – Deputi Bidang Usaha Kecil, Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Temmy Satya Permana, menegaskan hilirisasi komoditas nilam merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah, membuka lapangan kerja, serta memperkuat daya saing UMKM di pasar global.
“Hilirisasi bukan sekadar proses industri, melainkan strategi untuk meningkatkan nilai tambah produk sehingga mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing,” ujar Temmy saat membuka rangkaian kegiatan Pemanfaatan Teknologi Produksi Bagi Usaha Skala Kecil Komoditas Atsiri dan Business Matching Pembiayaan & Investasi UMKM Atsiri Program BISLAF (Bisnis Layak Funding) secara virtual di Manado, Rabu (17/9/2025).
Indonesia Produsen Utama Minyak Atsiri
Data Kementerian Perindustrian (2025) mencatat Indonesia menjadi salah satu produsen utama minyak atsiri dunia, khususnya nilam. Komoditas ini menyumbang 54% dari ekspor minyak atsiri dengan nilai 141,32 juta dolar AS atau Rp2,32 triliun, serta menyerap lebih dari 200 ribu tenaga kerja, mayoritas dari UMKM dan petani kecil.
Sementara itu, Kementerian Pertanian mencatat ekspor nilam terus menunjukkan tren positif sejak 2019. Pertumbuhan rata-rata diproyeksikan mencapai 0,88% per tahun hingga 2027, didorong oleh tren back to nature dan meningkatnya permintaan industri berbasis bahan alami.
Sentra Produksi dan Tantangan Nilai Tambah
Temmy menyebutkan, wilayah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, serta hampir seluruh Sulawesi menjadi sentra produksi nilam. Namun, sebagian besar produk masih dipasarkan dalam bentuk bahan mentah dengan nilai tambah rendah.

“Karena itu, hilirisasi menjadi langkah strategis untuk meningkatkan daya saing, membuka lapangan kerja berkualitas, serta meningkatkan kesejahteraan petani dan pengusaha UMKM,” tegasnya.
Dukungan Riset, Inovasi, dan Pembiayaan
Menurut Temmy, keberhasilan hilirisasi perlu ditopang oleh riset, inovasi, serta akses pembiayaan yang tepat. Saat ini, Deputi Bidang Usaha Kecil sedang mengembangkan inisiatif seperti program Help Me Grow dan platform layanan asistensi digital untuk memberikan pendampingan teknis dan manajerial bagi pelaku usaha kecil.
Namun, Temmy menyoroti rendahnya akses pembiayaan UMKM. Hingga Mei 2025, penyaluran kredit UMKM baru mencapai Rp1.503 triliun atau 18,5% dari total kredit perbankan, jauh dari target pemerintah sebesar 30%.
“Lewat penempatan dana Rp200 triliun di bank-bank Himbara, pemerintah membuka ruang lebih luas bagi UMKM mengakses pembiayaan. Termasuk sektor atsiri, yang pada pendataan awal membutuhkan Rp22,5 miliar untuk peningkatan kapasitas produksi dan hilirisasi,” jelasnya.
Business Matching dan Akselerasi Hilirisasi
Workshop dan Business Matching Pembiayaan Program BISLAF menghadirkan empat lembaga keuangan, yakni BRI, BSI, BNI, dan Bank SulutGo. Kegiatan ini mencakup pengenalan produk pembiayaan, pendampingan penyusunan proposal bisnis (pitch deck), hingga sesi tatap muka dengan lembaga keuangan.
Melalui forum ini, diharapkan tercipta kesepakatan konkret untuk mempercepat hilirisasi atsiri, pemanfaatan teknologi produksi, serta akses pembiayaan yang lebih inklusif bagi UMKM.
Pulitik Jero | 2 hari yang lalu
Pulitik Jero | 2 hari yang lalu
Pulitik Jero | 5 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu
Pulitik Jero | 2 hari yang lalu
Pulitik Jero | 3 hari yang lalu
Nagara | 5 hari yang lalu
Nagara | 2 hari yang lalu
Pulitik Jero | 1 hari yang lalu