Banten

Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Peristiwa

Keamanan

Nasional

Olahraga

Dunia

Opini

Galeri

Gaya Hidup

Budaya

Pendidikan

Kesehatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Ganjar Bicara Soal Ketahanan Pangan Nasional, Guru Besar IPB Sebut Perlu Strategi Jitu

Laporan: Raja Media Network
Senin, 25 September 2023 | 22:16 WIB
Ganjar Pranowo bersama petani. Foto: IST
Ganjar Pranowo bersama petani. Foto: IST

RMBanten.com - Dalam forum kebangsaaan di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), belum lama ini, Bakal calon presiden (Bacapres) Ganjar Pranowo mengungkap tiga strategi utama untuk meningkatkan ketahanan pangan.

Yang pertama, yakni aktivasi birokrasi untuk memantau ketersediaan suplai dan permintaan. Kedua, menggenjot sentra produksi bahan pokok. Dan ketiga, menyeimbangkan neraca ekspor-impor pangan.

Menanggapi pernyataan dari Ganjar, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso menyebut, apa yang disampaikan Ganjar dalam sejumlah forum publik masih sekadar retorika. 

"Siapa pun nanti presidennya memiliki tugas penting untuk menggenjot produksi pangan karena ketimpangan antara yang kita ekspor dan impor itu semakin melebar. Ada beberapa hal yang teramat penting yang jarang disentuh," ucap Andreas dalam keterangannya, Senin (25/9).

Lebih lanjut, Andreas menilai trategi-strategi itu perlu dielaborasi lebih rinci. Secara khusus, ia menyoroti niat Ganjar menggenjot sentra produksi bahan pokok.

Menurut dia, hingga kini belum ada presiden yang sukses menggenjot produksi sehingga Indonesia memiliki kedaulatan pangan. 

Salah satu indikasi, kata Andreas, ialah impor gandum yang terus membengkak dari tahun ke tahun.

"Total kebutuhan pangan kita sekitar 28% itu gandum. Perhitungan saya, di usia seratus tahun Indonesia merdeka, impor pangan kita hampir 50% nanti bisa tergantikan gandum," kata Andreas.

Diversifikasi pangan ke gandum itu, lanjut Andreas, tak menguntungkan bagi masyarakat. Pasalnya, harga gandum semakin lama semakin mahal. Rata-rata harga gandum dunia hingga akhir kuartal II-2022 berada di kisaran US$392,4 per ton atau setara dengan Rp5,8 juta. 

"Pergeseran dari beras ke gandum persoalan serius yang harus diselesaikan. Di tahun 1970-an, persentase pangan gandum hanya 4 %. Tahun 2010 itu sudah 18,3%. Tahun 2021 kemarin itu sudah 28 persen," ucap Andreas.

Andreas juga mempertanyakan langkah-langkah konkret Ganjar untuk menyeimbangkan neraca impor-ekspor pangan. Tak hanya gandum, saat ini Indonesia juga mengimpor sejumlah komoditas pangan penting untuk memenuhi kebutuhan domestik. 
 
"Gandum 100% impor, kedelai 70% impor, dan gula 70% kita impor.  Setiap presiden pasti, entah apa namanya, mendorong swasembada pangan atau pajale (padi, jagung, dan kedelai). Tapi, apa hasilnya? Semakin lama impor kita semakin tinggi. Itu yang terjadi," kata Andreas.

Jika ditotal, menurut Andreas, nilai impor komoditas pangan Indonesia dari 2008 hingga 2018 naik sekitar tiga kali lipat, yakni dari 8 juta ton menjadi 27,6 juta ton.

"Masuk akal apa enggak dalam tempo 10 tahun naik segitu," kata Andreas.

Andreas juga berharap, apa pun program yang bakal disusun Ganjar dan bacapres lainnya, agar tidak mengorbankan petani.

"Kalau petani dikorbankan ya sudah produksi pangan akan semakin menurun. Impor semakin lama akan semakin meningkat," ucap Andreas.rajamedia

Komentar: