Andi Mallarangeng: Wacana Pilkada oleh DPRD adalah 'Kemunduran Demokrasi'!
RMBANTEN.COM - Jakarta, Polkam - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng yang juga Ketua Dewan Pakar Par Demokrat, angkat bicara terkait wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah (pilkada) ke tangan DPRD.
Dalam analisis tajamnya, Andi menilai wacana tersebut sebagai langkah mundur yang berbahaya dan hanya akan memindahkan masalah money politics dari rakyat ke elit politik.
"Alih-alih kita merampas hak rakyat untuk memilih Kepala Daerahnya dan memberikannya kepada elit politik di DPRD, lebih baik kita memperbaiki sistem pilkada langsung," tegas Andi dalam pernyataannya dikutip dari akun facebook pribadinya, Rabu (31/12/2025).
Menurutnya, wacana itu muncul karena kesan pilkada langsung mahal dan sarat money politics. Namun, solusinya bukan menghapus hak pilih rakyat, melainkan memperbaiki sistem yang ada.
"Money Politik" Hanya Pindah Arena, dari Rakyat ke DPRD
Andi mengingatkan, pilkada oleh DPRD bukanlah solusi bebas korupsi. Sejarah masa Orde Baru membuktikan, praktik transaksional justru berpindah dari arena elektoral publik ke ruang tertutup DPRD.
"Itu hanya memindahkan money politics elektoral menjadi money politics di DPRD. Yang terpilih pastilah yang dikehendaki oleh oligarki kekuasaan, bukan oleh rakyat," paparnya dengan tegas.
Dia memprediksi, jika wacana ini diterapkan, maka 38 gubernur dan 514 bupati/wali kota beserta wakilnya akan ditentukan hanya oleh segelintir ketua umum partai di DPR. Hal ini, menurutnya, akan melahirkan pemimpin yang "berakar ke atas", bukan ke rakyat.
Ini Solusi Kongkret Perbaiki Pilkada Langsung, Bukan Kembali ke Zaman Baheula!
Andi tidak sekadar mengkritik. Dia menawarkan sejumlah solusi sistematis untuk memangkas biaya dan mencegah politik uang dalam pilkada langsung:
1. Penegakan Hukum Keras & Kewenangan Bawaslu: Solusi utama money politics adalah penegakan hukum yang konsisten dan tanpa tebang pilih, serta memperkuat kewenangan pengawas pemilu.
2. Spending Cap ala Liga Eropa: Menerapkan batas maksimal (cap) untuk pengeluaran dan penerimaan dana kampanye setiap kandidat dan partai, untuk mencegah perlombaan dana yang tidak sehat.
3. Efisiensi Logistik Pemilu: Memotong biaya penyelenggaraan dengan mengurangi jumlah TPS hingga separuh, dengan cara menaikkan jumlah pemilih per TPS menjadi 1.000 orang dan memperpanjang waktu coblos hingga pukul 16.00.
4. Gunakan Teknologi E-Voting: Mendorong adopsi teknologi pemungutan suara elektronik untuk efisiensi dan akurasi yang lebih tinggi.
"Daripada berusaha memperbaiki sistem yang sudah kita tinggalkan, lebih baik kita memperbaiki sistem pilkada langsung. Karena memang ada solusi perbaikannya," ujarnya.
Rakyat Pasti Menolak, Ancaman Judicial Review Massal Mengintai
Andi menegaskan, suara rakyat sudah jelas. Hasil berbagai jajak pendapat secara konsisten menunjukkan sekitar 80% publik mendukung pilkada langsung.
"Kira-kira, bagaimana perasaan rakyat ketika menyadari haknya untuk memilih pemimpin daerahnya mau dirampas?" tanyanya retoris.
Dia bahkan mengingatkan potensi konsekuensi hukum yang bisa mengguncang. Jika hak pilih rakyat dicabut, setiap warga negara yang memiliki hak pilih—lebih dari 200 juta orang—dapat dirugikan dan berpotensi mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya kuatir, wacana seperti ini hanya akan menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu," pungkas Andi, berharap wacana ini hanya sekadar 'cek ombak' dan tidak benar-benar direalisasikan.![]()
Nagara 5 hari yang lalu
Patandang | 4 hari yang lalu
Ékobis | 6 hari yang lalu
Hukum | 1 hari yang lalu
Ékobis | 1 hari yang lalu
Kaamanan | 5 hari yang lalu
Pendidikan | 4 hari yang lalu
Ékobis | 6 hari yang lalu
Warta Banten | 6 hari yang lalu
Ékobis | 1 hari yang lalu


