Viral Pesan Sapi Dikasih Babi! BPJPH Ingatkan Pentingnya Jaminan Produk Halal
RMBanten.com - Jakarta - Supaya tidak terkecoh, masyarakat diingatkan tentang pentingnya jaminan produk halal (JPH).
Pernyataan itu disampaikan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Aqil Irham menanggapi adanya berita viral tentang seorang konsumen muslim komplain karena diberikan masakan berbahan daging babi, padahal ia memesan pasta dengan daging sapi.
Hal ini baru diketahui konsumen saat membayar bill restoran.
"BPJPH sudah menurunkan tim pengawasan ke restoran tersebut. Ternyata, restoran tersebut tidak memiliki sertifikat halal," ujar Aqil Irham mngutip laman Kemenag, Jumat (16/6).
Menurut Aqil, restoran itu juga tidak terdaftar pada Sihalal yang merupakan sistem layanan sertifikasi halal BPJPH. Selain itu, Aqil juga mengatakan menu yang ada dalam resto tersebut memang menawarkan menu non halal dan minuman beralkohol.
Belajar dari hal tersebut, Kepala BPJPH Aqil Irham mengingatkan pentingnya penerapan jaminan produk halal.
Menurutnya, dalam aturan terkait jaminan produk halal, bukan saja ada kewajiban untuk bersertifikat bagi produk yang halal. Tetapi juga kewajiban untuk mencantumkan status produk jika dibuat dari bahan non halal.
Aqil pun meminta sebaiknya konsumen memperhatikan menu pada restoran yang akan didatangi.
"Konsumen Muslim hendaknya memastikan terlebih dahulu status kehalalan produk yang akan dikonsumsi. Caranya, dengan memastikan apakah produk yang akan dikonsumsi tersebut sudah bersertifikat halal ataukah belum," kata Aqil.
"Tetapi, jika memang produk berasal dari bahan non-halal, tentu dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal. Di situlah pentingnya pelaku usaha wajib memberikan keterangan tidak halal pada produk non-halal," lanjutnya.
Dikatakan Aqil, sesuai ketentuan PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, lanjutnya, Pasal 2 mengatur bahwa produk yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal.
"Produk non-halal tersebut wajib diberikan keterangan tidak halal," kata Aqil.
Keterangan tidak halal tersebut, sesuai ketentuan pada Pasal 92, dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk.
Sedangkan Pasal 93 menyebutkan bahwa produk yang berasal dari bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal berupa gambar, tulisan, dan/atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi bahan.
"Pencantuman keterangan tidak halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," lanjutnya.
Lebih lanjut, Aqil juga mengatakan bahwa pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar terkait status kehalalan produknya. Sebab, terdapat ancaman sanksi jika hal itu dilanggar.
"Negara kita memiliki Undang-undang Jaminan Produk Halal dan juga Undang-undang Perlindungan Konsumen. Semuanya wajib kita taati," tegas Aqil.
Pasal 149 PP tersebut, lanjutnya, menyatakan bahwa pelanggaran terhadap penyelenggaraan jaminan produk halal dikenakan sanksi administratif bagi pelaku usaha, mulai dari peringatan tertulis, denda, pencabutan sertifikat halal, dan/atau penarikan barang dari peredaran.
"Pemberlakuan sanksi ini akan secara efektif diterapkan sejak diberlakukannya kewajiban bersertifikat halal yang akan dimulai pada Oktober 2024 mendatang. Namun kami himbau agar pelaku usaha bersegera melaksanakan apa-apa yang menjadi kewajibannya sesuai regulasi yang berlaku," demikian tutup Muhammad Aqil Irham.
Parlemen 6 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu
Keamanan | 4 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Keamanan | 4 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Banten | 4 hari yang lalu