BRIMA Soroti Eksklusivitas Hari Santri: Bukan Hanya Milik Satu Ormas!

RMBANTEN.COM - Jakarta, Hari Santri - Badan Riset dan Inovasi Mathla'ul Anwar (BRIMA) menyoroti fenomena memprihatinkan dalam perayaan Hari Santri Nasional yang akan jatuh pada 22 Oktober 2025.
Di tengah viralnya tagar #BoikotTRANS7, lembaga riset ini justru mengingatkan agar Hari Santri tidak terjebak dalam semangat eksklusivitas dan kepentingan kelompok tertentu.
"Kita melibat dengan prihatin bahwa di beberapa daerah, kegiatan Hari Santri hanya dinikmati oleh kelompok tertentu. Padahal sejarah Hari Santri adalah sejarah perjuangan bersama seluruh umat Islam," tegas Aceng Murtado, peneliti BRIMA, dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Hari Santri Terancam Jadi Seremonial Semata
Menurut BRIMA, banyak penyelenggaraan Hari Santri di tingkat daerah hanya berhenti pada upacara simbolik—seperti pawai, apel, dan panggung hiburan—tanpa memberi ruang pada dialog keilmuan dan refleksi kebangsaan.
"Jika momentum ini hanya berhenti pada seremoni, kita kehilangan inti: bahwa santri sejatinya adalah agen pengetahuan, moralitas, dan perubahan sosial," lanjut Aceng.
BRIMA memperingatkan bahwa dominasi satu kelompok dalam perayaan Hari Santri bukan hanya mencederai semangat kebersamaan, tetapi juga berpotensi memicu gesekan sosial antar-pesantren dan antar-ormas.
Tiga Sikap Tegas BRIMA
Sebagai lembaga riset strategis, BRIMA menyampaikan tiga pernyataan sikap resmi:
1. Menolak Eksklusivitas Perayaan Hari Santri Nasional
BRIMA menegaskan Hari Santri adalah ruang kebangsaan yang inklusif untuk semua kalangan umat Islam.
2. Mendorong Pemerintah Bersikap Netral
Pemerintah daerah, khususnya di Lebak dan Pandeglang, Banten, diminta tidak membiarkan satu kelompok mendominasi perayaan.
3. Meneguhkan Nilai Keilmuan dan Persaudaraan
BRIMA mengajak seluruh pesantren memperkuat kolaborasi riset dan pendidikan karakter.
Peringatan di Tengah Viralnya #BoikotTRANS7
Sorotan BRIMA ini muncul di tengah ramainya tagar #BoikotTRANS7 yang dipicu tayangan yang dianggap menyudutkan dunia pesantren. BRIMA melihat ini sebagai cermin ketegangan antara persepsi publik dan realitas kehidupan pesantren yang sesungguhnya.
"Kami menolak keras segala bentuk pemberitaan yang menstigmatisasi santri dan pesantren. Namun kita juga perlu introspeksi agar dunia pesantren tampil lebih terbuka, adaptif, dan komunikatif," pungkas Aceng.
BRIMA mengingatkan, esensi santri sejati adalah mereka yang berjuang dengan akal dan adab, bukan hanya dengan simbol dan seragam. Di tengah dunia yang semakin gaduh, pesan bahwa "Santri hidup bukan untuk dirinya, tapi untuk umat dan bangsa" harus tetap dijaga.
Patandang | 4 hari yang lalu
Peristiwa | 5 hari yang lalu
Ékobis | 6 hari yang lalu
Kaamanan | 1 hari yang lalu
Warta Banten | 5 hari yang lalu
Kabudayaan | 1 hari yang lalu
Ékobis | 4 hari yang lalu
Warta Banten | 21 jam yang lalu
Warta Banten | 2 hari yang lalu