Warta Banten

Pulitik Jero

Parlemen

Hukum

Ékobis

Peristiwa

Kaamanan

Nagara

Patandang

Mancanagara

Pamenteun

Galeri

Gaya Hirup

Kabudayaan

Pendidikan

Kaséhatan

Calon Dewan

Info haji

Indeks

Haedar Nashir: 80 Tahun Merdeka, Masih Ada Paradoks Kekuasaan!

Laporan: Raja Media Network
Rabu, 20 Agustus 2025 | 05:54 WIB
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir - Repro -
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir - Repro -

RMBANTEN.COM - Jakarta, HUT RI — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyampaikan Pidato Kebangsaan dalam rangka 80 Tahun Indonesia Merdeka pada Minggu (17/8). 
 

Dalam refleksinya, ia mengingatkan bahwa meski bangsa telah menoreh banyak kemajuan, tantangan serius berupa penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, hingga dominasi oligarki masih membayangi perjalanan republik.
 

Kemerdekaan yang Kehilangan Makna
 

Haedar menegaskan, peringatan delapan dasawarsa kemerdekaan justru menghadirkan paradoks. Sebagian anak bangsa, kata dia, seolah tidak menghayati momentum kemerdekaan sepenuh jiwa.
 

“Ketika terjadi berbagai penyalahgunaan dalam praktik berbangsa bernegara, justru 80 tahun Indonesia merdeka jelas paradoks luar biasa,” tegasnya.
 

Ancaman Korupsi dan Oligarki
 

Menurut Haedar, praktik korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, hingga dominasi oligarki politik-ekonomi telah merugikan rakyat dan mencederai cita-cita kemerdekaan.
 

“Penghamburan uang negara dan dibiarkannya kesenjangan sosial hanya akan menjadi bentuk ironi pahit kemerdekaan,” ujarnya.
 

Belajar dari Pahitnya Sejarah
 

Haedar mengingatkan kembali pahitnya masa penjajahan. Ia menyebut penderitaan rakyat selama ratusan tahun dikuasai bangsa asing, termasuk praktik tanam paksa yang dikritik Eduard Douwes Dekker dalam Max Havelaar.
 

“Tidak sedikit raja-raja dan pejabat pribumi oportunis yang memihak kolonial demi keuntungan sesaat. Politik devide et impera menjadi senjata paling ampuh memecah-belah bangsa,” jelasnya.
 

Mandat Rakyat Bukan Milik Pribadi
 

Dalam pesannya, Haedar mengajak elite politik untuk kembali pada cita-cita luhur pendiri bangsa. Kekuasaan, katanya, hanyalah titipan rakyat, bukan untuk dimiliki.
 

“Bagi seluruh elite, tunaikan mandat konstitusi dengan penuh bakti demi Ibu Pertiwi. Jauhi sikap angkuh dengan kekuasaan politik di tangan,” pesannya.
 

Menuju Indonesia yang Sungguh Merdeka
 

Pidato kebangsaan Haedar ditutup dengan ajakan agar Indonesia benar-benar menjadi negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
 

“Bukan hanya dalam simbol, tetapi dalam kenyataan hidup rakyatnya,” tandasnya.rajamedia

Komentar: